Polda Riau Selidiki Perusakan Pos Satgas TNTN dan Janjikan Tindakan Tegas

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kepolisian Daerah (Polda) Riau tengah mendalami kasus perusakan terhadap Pos Satgas Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang berlokasi di Kabupaten Pelalawan. Aparat menegaskan tidak akan membiarkan begitu saja aksi anarkis yang merusak fasilitas konservasi alam tersebut.

Asep Darmawan, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, menyatakan bahwa laporan resmi terkait insiden pengrusakan di Balai TNTN telah diterima. Proses hukum kini berjalan sesuai prosedur dengan pemeriksaan saksi-saksi dan pendalaman terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat.

“Tidak ada pembiaran. Semua proses berjalan sesuai ketentuan,” tegas Kombes Asep Darmawan saat memberikan keterangan, Rabu (26/11/25).

Ia menekankan bahwa tindakan merusak fasilitas Balai TNTN, terutama di kawasan konservasi, adalah pelanggaran hukum yang harus ditindak tegas. Setiap aksi main hakim sendiri dinyatakan tidak dapat dibenarkan. Penegakan hukum dilakukan secara profesional, objektif, dan transparan.

Laporan polisi tercatat dengan nomor LP/B/488/XI/2025/Polda Riau, dibuat oleh anggota Satgas TNTN yang bertugas di Poskotis Kenayang. Dalam penanganan kasus ini, penyidik menerapkan Pasal 170 KUHP juncto Pasal 406 KUHP, yang mengatur tentang pengeroyokan secara bersama-sama di muka umum dan perusakan.

Tim penyidik juga mengkaji motif, pola massa, serta mengumpulkan bukti-bukti yang tersebar di platform media sosial. Perkembangan penanganan perkara akan disampaikan secara berkala oleh Ditreskrimum Polda Riau.

Insiden ini terjadi pada Jumat (21/11) dan cepat menyebar di media sosial. Awalnya, pelapor bersama rekan-rekannya dari Satgas TNTN sedang bertugas di Poskotis. Tiba-tiba, sekelompok massa yang dipimpin oleh JS dkk datang dan meminta petugas untuk meninggalkan pos dalam waktu satu jam.

Namun, anggota Satgas menolak permintaan tersebut dan tetap bertahan di lokasi sesuai surat perintah tugas. Penolakan ini memicu peningkatan jumlah massa dan memicu ketegangan yang berujung pada aksi pembongkaran dan perusakan.

Fasilitas yang menjadi sasaran rusak meliputi lima baliho, satu portal, tiga plang akrilik timbul, 3.000 bibit tanaman, satu tenda pleton TNI AD, satu tenda biru, serta berbagai dokumen dan perlengkapan pos. Aksi tidak berhenti di Poskotis Kenayang, tetapi meluas ke Pos 2 Kenayang yang berjarak dekat dari lokasi awal.

Di pos kedua, massa kembali merusak portal, plang, dan gapura selamat datang, lalu mengangkut sejumlah barang menggunakan truk. Kerugian materil sementara diperkirakan mencapai sekitar Rp190 juta.

Data Riset Terbaru:

Studi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2024) menunjukkan bahwa konflik lahan di kawasan konservasi meningkat 37% dalam lima tahun terakhir, dengan 68% kasus melibatkan tekanan dari aktivitas pertanian dan perkebunan. Di Riau, konflik serupa sering muncul di sekitar Tesso Nilo, yang menjadi salah satu kantong hutan hujan tropis terakhir di Sumatera.

Studi Kasus Relevan:

Pada 2022, terjadi konflik serupa di kawasan TNTN ketika warga Desa Beringin Jaya mengklaim hak atas lahan yang berada di dalam kawasan konservasi. Penyelesaian dilakukan melalui pendekatan restoratif justice yang melibatkan mediasi antara KLHK, kepolisian, dan tokoh masyarakat. Hasilnya, 45% lahan dikembalikan untuk restorasi ekosistem, sementara 55% dikelola secara bersama sebagai hutan desa.

Analisis dan Simplifikasi:

Konflik di Tesso Nilo mencerminkan kompleksitas pengelolaan kawasan konservasi di tengah tekanan ekonomi dan kebutuhan lahan masyarakat. Di satu sisi, pelestarian hutan penting untuk menjaga biodiversitas dan menanggulangi perubahan iklim. Di sisi lain, akses lahan bagi masyarakat sekitar sering kali terbatas, memicu ketegangan.

Solusi jangka panjang membutuhkan pendekatan holistik: penguatan patroli konservasi, program ekowisata berbasis komunitas, serta redistribusi lahan yang adil di luar kawasan inti. Penerapan teknologi seperti drone monitoring dan sistem pelaporan digital juga terbukti efektif menekan perusakan hutan.

Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi bukan hanya mengurangi konflik, tetapi juga membangun rasa memiliki terhadap alam. Saat hukum ditegakkan tanpa kompromi, pendekatan preventif yang melibatkan edukasi lingkungan dan peluang ekonomi berkelanjutan menjadi kunci menjaga warisan alam bagi generasi mendatang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan