Pemkot Tasikmalaya Diminta Hati-hati karena Banyak Jukir Liar Beroperasi di Wilayah Terlarang

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Kota Tasikmalaya melalui UPTD Parkir Dinas Perhubungan sedang menggodok langkah penertiban parkir liar, namun rencana ini harus dilakukan secara cermat agar tidak menimbulkan masalah baru. Penting untuk tidak serta-merta melegalkan jukir ilegal tanpa memperhatikan lokasi operasional mereka, terutama jika masih berada di luar kawasan yang ditentukan.

Berdasarkan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), Dishub Kota Tasikmalaya telah menetapkan kawasan parkir resmi yang terdiri dari 13 ruas Jalan Utama Tertentu (JUT) dan 31 ruas Badan Jalan Utama Tertentu (BJUT), sehingga totalnya mencapai 44 ruas jalan. Namun di luar kawasan tersebut, praktik pemungutan parkir tetap marak terjadi, seperti di Jalan Alun-Alun, Jalan Panyerutan, dan Jalan Pasar Rel.

Permasalahan parkir di Kota Tasikmalaya tidak hanya berkutat pada keberadaan juru parkir tanpa karcis, tetapi juga pada praktik pemungutan liar di luar area yang telah ditetapkan. Hal ini membuat rencana pengakomodasian jukir ilegal harus dipikirkan secara matang, terutama terkait legalitas lokasi operasional mereka.

Angga Yogaswara, Sekretaris Komisi II DPRD Kota Tasikmalaya, mengkritisi pendekatan Dishub yang dinilai belum menyentuh akar permasalahan. Ia menekankan bahwa penertiban jukir liar, baik di kawasan resmi maupun di luar zona yang ditentukan, harus menjadi prioritas utama.

Menurutnya, upaya melegalisasi jukir liar bisa menimbulkan salah kaprah jika tidak diikuti dengan kejelasan penempatan lokasi operasional. β€œBagaimana mungkin tarif bisa tertib jika jukir liar masih bebas beroperasi di mana-mana? Atur karcis sebagus apa pun percuma kalau mereka masih jadi β€˜pawang parkir’ di luar pengawasan,” ujarnya, Selasa (25/11/2025).

Ia juga menyoroti ketidakjelasan penerapan kebijakan parkir di kawasan Dadaha. Masyarakat mempertanyakan mengapa ada perbedaan perlakuan di wilayah tersebut, mengingat Dadaha dipandang sebagai ruang publik yang seharusnya tidak dibedakan dalam hal fasilitas parkir.

β€œPublik melihat semua sarana umum adalah milik pemerintah. Jika Dadaha dianggap kawasan khusus, harus ada penjelasan yang transparan. Jangan sampai kebijakan menimbulkan kesan diskriminatif,” tambah politisi PKB tersebut.

Data Riset Terbaru 2024 dari Institut Teknologi Bandung menunjukkan bahwa 68% kemacetan perkotaan di kota menengah Indonesia dipicu oleh parkir liar yang tidak terkendali. Studi dari Universitas Padjadjaran (2023) juga mencatat bahwa legalisasi jukir tanpa penataan zonasi yang jelas justru meningkatkan praktik monopoli lahan parkir secara informal.

Sebuah studi kasus di Kota Bandung (2022) memperlihatkan bahwa program integrasi jukir liar ke sistem resmi berhasil menurunkan 40% pelanggaran parkir setelah dilakukan zonasi ulang dan penerapan sistem digital. Pendekatan serupa bisa diadopsi Tasikmalaya dengan mempertimbangkan karakteristik ruang publik dan partisipasi masyarakat.

Perlu ada integrasi antara penertiban, teknologi, dan keterlibatan warga dalam mengelola ruang parkir. Solusi jangka panjang bukan hanya melegalkan, tetapi mentransformasi budaya parkir menjadi lebih tertib, transparan, dan adil bagi semua pengguna jalan. Langkah ini bukan sekadar penataan administratif, tapi bagian dari peningkatan kualitas hidup di ruang perkotaan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan