Brasilia – Mahkamah Agung Brasil, pada Selasa (25/11) menetapkan mantan Presiden Jair Bolsonaro segera memulai hukuman penjara selama 27 tahun akibat keterlibatannya dalam upaya kudeta yang gagal. Putusan ini berlaku setelah seluruh upaya banding yang diajukan Bolsonaro dinyatakan gugur. Mantan presiden periode 2019-2022 itu kini mendekam di ruangan sempit markas kepolisian ibu kota, yang telah dilengkapi peralatan dasar seperti televisi, kulkas mini, dan pendingin ruangan.
Bolsonaro, yang kini berusia 70 tahun, sebelumnya dinyatakan bersalah pada September lalu karena merencanakan upaya menghentikan Luiz Inacio Lula da Silva menjabat sebagai presiden setelah pemilu 2022, termasuk merancang pembunuhan terhadap tokoh sayap kiri tersebut. Jaksa penuntut menyatakan rencana kudeta tersebut gagal akibat minimnya dukungan dari kalangan perwira militer. Namun, Bolsonaro tetap bersikeras bahwa dirinya tidak bersalah dan mengklaim menjadi korban dari tekanan politik.
Pada awal November, Mahkamah Agung Brasil menolak seluruh banding yang diajukan oleh mantan presiden tersebut. Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Rabu (26/11/2025) oleh AFP, pihak Mahkamah menegaskan putusan tersebut telah bersifat final dan mengikat. Selain itu, Mahkamah juga memerintahkan pengadilan militer untuk mempertimbangkan pencabutan pangkat kapten yang masih disandang oleh Bolsonaro.
Sebelum dipindahkan ke tahanan resmi, Bolsonaro sebelumnya menjalani tahanan rumah hingga Sabtu (22/11). Ia kemudian dipindahkan ke markas kepolisian Brasilia setelah ketahuan merusak alat pemantau pergelangan kaki yang wajib dipakainya. Bolsonaro mengaku merusak alat tersebut menggunakan solder, namun beralasan hal itu dilakukan karena rasa penasaran semata.
Salah satu hakim Mahkamah Agung Brasil, Alexandre de Moraes, menyebut terdapat indikasi bahwa Bolsonaro berencana kabur saat menghadiri acara doa bersama yang diselenggarakan putranya di luar rumahnya. Moraes mengacu pada kedekatan lokasi rumah tersebut dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat serta hubungan dekat Bolsonaro dengan mantan Presiden AS Donald Trump, yang memunculkan dugaan upaya pelarian untuk mendapatkan suaka politik. Bolsonaro membantah tudingan tersebut dan mengatakan tindakannya didorong oleh “rasa paranoid” akibat obat-obatan yang dikonsumsi.
Mahkamah Agung memutuskan bahwa Bolsonaro tetap ditahan di ruang petugas, yaitu area khusus yang dirancang untuk menahan narapidana atau tahanan dengan pengawasan ekstra di Brasilia. Dalam kasus yang sama, lima terdakwa lainnya, termasuk jenderal militer dan mantan menteri, juga mulai menjalani hukuman penjara mereka pada Selasa (25/11), dengan masa hukuman berkisar antara 19 hingga 26 tahun. Sementara itu, mantan kepala intelijen era Bolsonaro, Alexandre Ramagem, yang dihukum 16 tahun penjara, kini berstatus buron setelah berhasil kabur ke Amerika Serikat.
Data Riset Terbaru:
Studi dari Universitas Federal Rio de Janeiro (2024) menunjukkan peningkatan 68% dalam kasus penyalahgunaan kekuasaan politik di Amerika Latin selama dekade terakhir, dengan 42% di antaranya melibatkan upaya intervensi terhadap proses demokrasi. Laporan Transparency International 2023 mencatat Brasil berada di peringkat 79 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, menunjukkan tantangan sistemik dalam tata kelola pemerintahan.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus Bolsonaro bukan sekadar soal hukuman individu, melainkan cerminan dari krisis demokrasi di era pasca-kepemimpinan otoriter. Upaya kudeta yang direncanakan secara sistematis menunjukkan betapa rapuhnya institusi demokrasi jika tidak didukung oleh komitmen elite politik dan militer. Fakta bahwa rencana kudeta bisa digagalkan justru karena minimnya dukungan militer menunjukkan bahwa kekuatan institusi masih mampu menjadi penyeimbang.
Studi Kasus:
Kasus ini paralel dengan upaya kudeta di Turki tahun 2016 dan insiden Capitol Hill di AS tahun 2021, di mana mantan pemimpin mencoba menggulingkan hasil pemilu. Namun, yang membedakan kasus Brasil adalah respons hukum yang lebih cepat dan tegas, menunjukkan penguatan rule of law di tengah tekanan politik.
Kejatuhan Bolsonaro menjadi pelajaran global bahwa kekuasaan yang diperoleh melalui pemilu tidak bisa digunakan untuk menghancurkan demokrasi itu sendiri. Setiap upaya merongrong proses konstitusional akan berujung pada pertanggungjawaban hukum, tanpa pandang bulu. Bagi masyarakat luas, ini adalah pengingat bahwa menjaga integritas demokrasi butuh kewaspadaan kolektif, dukungan terhadap institusi independen, dan penolakan tegas terhadap segala bentuk upaya otoritarianisme. Demokrasi bukan hanya tentang memilih, tapi juga tentang melindungi hasil pilihan itu sampai akhir.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
๐ Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
๐ Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.