Komnas Perempuan Desak Kasus Kematian Ibu Hamil Usai Ditolak RS Tidak Terulang Lagi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Komnas Perempuan mengungkapkan rasa keprihatinan mendalam atas meninggalnya seorang ibu hamil di Papua setelah ditolak oleh empat rumah sakit. Lembaga tersebut menyesalkan tidak adanya upaya penyelamatan yang dilakukan baik dari sisi tenaga medis maupun peralatan kesehatan yang tersedia.

Chatarina Pancer Istiyani, Komisioner Komnas Perempuan, menyatakan duka yang sangat mendalam serta kekecewaan terhadap ketiadaan pertolongan medis darurat yang seharusnya segera diberikan. “Kami turut prihatin sekali dan menyayangkan ketiadaan pertolongan kepada ibu hamil baik dari sisi dokter maupun peralatan,” ujarnya pada Rabu (26/11/2025).

Ia menekankan pentingnya keberanian dalam pengambilan keputusan di tengah kondisi darurat medis. Menurutnya, tidak ada pihak yang berani mengambil langkah tegas untuk menangani ibu hamil tersebut, yang akhirnya berujung pada kematian pasien. Kejadian ini, kata dia, mencerminkan lemahnya kapasitas sumber daya manusia di rumah sakit terkait.

Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk segera menempatkan dokter spesialis kandungan di wilayah tersebut, dilengkapi dengan peralatan medis yang memadai. “Ini kan menunjukkan SDM di situ kan belum mampu menangani ibu yang dalam kondisi kedaruratan medis seperti itu,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa kehadiran dokter kandungan dengan peralatan lengkap seharusnya mampu mencegah tragedi serupa terjadi lagi.

Mendagri Tito Karnavian telah melaporkan peristiwa ini langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam laporannya, Tito menyampaikan bahwa Presiden memerintahkan audit menyeluruh terhadap pelayanan kesehatan di Jayapura, baik di tingkat kabupaten maupun kota. Prabowo menekankan pentingnya perbaikan sistem agar kejadian tragis ini tidak terulang.

Tito mengungkapkan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengan Gubernur Papua, Matius Fakhiri, untuk segera memberikan bantuan kepada keluarga korban. Ia juga meminta gubernur segera mengunjungi kediaman keluarga untuk memberikan dukungan langsung.

Audit yang akan dilakukan mencakup seluruh elemen terkait, mulai dari rumah sakit, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten, hingga pihak swasta. Kementerian Kesehatan dan Kemendagri hari ini telah mengirimkan tim khusus ke Jayapura untuk melakukan evaluasi mendalam.

Tito menjelaskan bahwa Kemendagri fokus pada aspek regulasi, termasuk Peraturan Bupati dan Gubernur yang mengatur kewajiban dan koordinasi antar rumah sakit daerah dan provinsi. Sementara itu, Kemenkes mengirim tim teknis untuk mengaudit prosedur pelayanan medis guna mengidentifikasi akar masalah dari peristiwa ini.

“Kita enggak ingin terulang lagi. Sama tadi pesan dari pak presiden jangan sampai terulang lagi hal yang sama,” tegas Tito. Ia menekankan pentingnya audit cepat untuk mengetahui apakah masalahnya terletak pada fasilitas, tata kelola, sumber daya manusia, atau regulasi yang berlaku.

Sebelumnya, Irene Sokoy, warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Jayapura, meninggal bersama bayi dalam kandungannya setelah ditolak oleh empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura. Peristiwa terjadi pada Senin (17/11) sekitar pukul 05.00 WIT, saat korban bolak-balik menuju RSUD Dok II Jayapura.

Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey, menyebut kematian Irene dan bayinya sebagai tragedi memilukan. Ia menegaskan bahwa empat rumah sakit diduga menolak menangani korban, sesuatu yang sangat menyakitkan bagi masyarakat setempat.

Gubernur Papua Matius D Fakhiri menyampaikan permohonan maaf dan dukacita secara terbuka. Ia mengakui bahwa peristiwa ini menjadi cerminan buruknya pelayanan kesehatan di provinsi tersebut. “Saya baru mau memulai, tetapi Tuhan sudah memberikan satu contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di provinsi di Papua. Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kejadian dan kebodohan jajaran pemerintah mulai dari atas sampai ke tingkat bawah. Ini kebodohan yang luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Data Riset Terbaru 2024 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan angka kematian ibu di Papua masih berada di angka 179 per 100.000 kelahiran hidup, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 84 per 100.000. Studi dari Universitas Cenderawasih (2023) mengungkap 68% rumah sakit di Papua mengalami kekurangan tenaga spesialis obstetri, sementara 45% fasilitas kesehatan tidak memiliki alat persalinan darurat yang memadai. Infografis Kemenkes 2025 mencatat 4 dari 10 kasus kematian ibu di daerah terpencil disebabkan penolakan pelayanan oleh fasilitas kesehatan karena alasan administrasi atau keterbatasan kapasitas.

Peristiwa ini harus menjadi pemantik perubahan nyata. Akses kesehatan ibu bukan sekadar hak, tapi tanggung jawab negara yang tak boleh ditawar. Saatnya sistem kesehatan kita berpihak pada yang paling rentan. Jangan biarkan lagi nyawa melayang karena birokrasi dan ketidaksiapan. Bergerak sekarang, atau kematian ibu akan terus jadi beban moral bangsa.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan