Dishub Kota Tasikmalaya Tegaskan Jukir Liar di Jalur Terlarang Tidak Akan Dilegalkan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dinas Perhubungan Kota Tasikmalaya tengah mengupayakan agar para juru parkir (jukir) liar bersedia menggunakan karcis resmi dalam aktivitas pemungutan biaya parkir. Namun rencana ini menuai kritik dari masyarakat, mengingat sebagian besar jukir liar beroperasi di ruas jalan yang sebenarnya dilarang untuk aktivitas parkir komersial. Penggunaan karcis yang selama ini diterapkan di kawasan seperti Alun-Alun Citapen dinilai tidak tepat jika diterapkan di jalur-jalur terlarang.

Menanggapi kritik tersebut, Dinas Perhubungan menegaskan bahwa tidak semua jukir liar akan langsung diakomodasi. Legalisasi hanya diberikan kepada mereka yang bersedia beroperasi di jalur-jalur resmi, bukan di jalan provinsi maupun jalan nasional yang dilindungi undang-undang. Uen Haeruman, Kepala UPTD Pengelola Parkir Dishub Kota Tasikmalaya, menjelaskan bahwa penempatan petugas parkir resmi hanya dilakukan di jalan-jalan kota yang memang menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Ia menegaskan, “Intinya jalan yang ada di kota Tasikmalaya kita pungut, kecuali jalan provinsi dan nasional itu tidak boleh sesuai undang-undang,” ujarnya pada Selasa (25/11/2025). Namun dalam praktik sosialisasi, Dishub sempat mencantumkan penerapan tarif parkir di Jalan Ibrahim Adjie, Jalan RE Martadinata, dan Jalan Moch Hatta—yang sebenarnya merupakan jalan nasional. Hal ini sempat menimbulkan kebingungan, sebab ketiga ruas jalan tersebut justru tercantum dalam postingan media sosial Dishub sebagai bagian dari daftar Bukan Jalan Umum Tertentu (BJUT) yang diatur tarif parkirnya.

Uen menegaskan bahwa ketentuan ini tetap berlaku meskipun ada jukir liar yang ingin beralih menjadi petugas resmi. “Kalau ada jukir terjaring parkir liar tapi mau setor, ya kita akomodir itu namanya ekstensifikasi jadi penambahan jukir baru,” ujarnya. Mereka yang sebelumnya tidak terdaftar akan didaftarkan secara resmi sesuai Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 17 Tahun 2025. Dalam aturan tersebut, petugas parkir mendapatkan 70 persen dari pendapatan, sementara 30 persen sisanya masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Upaya ini diharapkan dapat menertibkan sekaligus meningkatkan transparansi dalam pengelolaan parkir di Kota Tasikmalaya. Hingga kini, pasca pemasangan plang tarif parkir, pihak Dishub mengaku belum menerima laporan kendala di lapangan. “Untuk progresif belum ada kendala, masih landai. Karena di jukir saya suruh bawa catatan, jadi ketika ada roda dua datang ditulis, nanti keluar jam berapa itu bisa keliatan lebih dari dua jam total pembayarannya,” tambahnya.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Institut Transportasi Berkelanjutan (ITB) 2024 menunjukkan bahwa legalisasi jukir informal dapat meningkatkan PAD hingga 40% jika dikelola dengan sistem digital dan transparan. Kota Bandung, sebagai studi pembanding, berhasil menurunkan jumlah jukir liar sebesar 65% dalam dua tahun setelah menerapkan sistem registrasi online dan pembagian hasil yang jelas.

Studi Kasus:
Kota Yogyakarta sukses mereformasi sistem parkirnya dengan mengintegrasikan jukir tradisional ke dalam sistem QR Code berbasis aplikasi. Program ini tidak hanya mengurangi konflik di lapangan tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap petugas parkir.

Dengan pendekatan yang terstruktur dan adil, penertiban jukir liar bukan sekadar penegakan aturan, tetapi langkah strategis untuk membangun ekosistem perkotaan yang tertib, transparan, dan memberdayakan. Mari dukung transformasi ini dengan kesadaran bersama: tertib parkir, tertib kota, tertib hidup.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan