Sejak 2008, Kodansha USA Publishing, LLC (selanjutnya disebut “Kodansha USA”) telah memperkenalkan karya-karya Jepang, termasuk manga, ke pasar Amerika Serikat dan dunia berbahasa Inggris. Meskipun manga telah menjadi industri besar di Jepang sejak pertengahan abad ke-20, baru pada era 1980-an manga mulai mendapat dorongan komersial signifikan di Amerika Serikat. Sejak saat itu, permintaan terhadap media ini tumbuh pesat tidak hanya di AS tetapi juga di seluruh dunia Barat. Saat ini, popularitas manga setara, bahkan kerap melebihi komik Amerika. Toko buku kini memiliki rak khusus manga, dengan keberadaan toko fisik yang menjadi faktor penting dalam popularitasnya selama dekade 80-an, 90-an, dan 2000-an. Perpustakaan, termasuk yang berada di sekolah, juga menyediakan berbagai judul populer, membuka akses bagi anak-anak dan remaja. Di tahun-tahun terakhir, web manga membuat konten ini nyaris ada di mana-mana; siapa pun dengan ponsel pintar kini bisa mengakses perpustakaan manga yang luas hanya dalam genggaman.
Semua perubahan ini menjadi tantangan sekaligus peluang yang harus dihadapi Kodansha USA. Perusahaan ini memulai perjalanannya dengan menerbitkan karya-karya populer seperti Akira dan Ghost in the Shell dalam bahasa Inggris melalui imprint Kodansha Manga (dulu Kodansha Comics), lalu berkembang ke judul-judul lain seperti Attack on Titan, Wotakoi: Love is Hard for an Otaku, A Sign of Affection, dan Fire Force. Judul-judul terakhir ini menjadi bagian penting dari kehadiran immersif Kodansha House yang hadir kembali di New York City, tempat saya berkesempatan berbincang langsung dengan Presiden dan CEO Kodansha USA, Alvin Lu. Kami membahas perjalanan karier Lu, berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi Kodansha USA dalam beberapa tahun terakhir, serta strategi membawa manga ke pasar AS.
Masuknya Lu ke dunia penerbitan manga dimulai dari pengalamannya yang panjang di industri manga Amerika Serikat. Ia memulai karier lebih dari 25 tahun lalu di VIZ Media sebagai editor, lalu beralih ke manajemen karena tuntutan operasional yang meningkat sejak awal 2000-an. Latar belakangnya lebih condong ke editorial dan operasional. Pada akhir masa kerjanya di VIZ, ia memimpin bisnis penerbitan perusahaan tersebut dan semakin fokus ke sisi bisnis. Setelah sempat rehat dari industri manga, Lu kembali lewat pintu distribusi digital.
Kedatangannya ke Kodansha berkaitan erat dengan distribusi digital. Saat itu, ia mengambil peran General Manager di Kodansha Advanced Media, perusahaan saudari Kodansha USA yang menangani distribusi digital manga Kodansha Comics serta sejumlah judul dari Vertical, perusahaan yang sebagian dibeli oleh Kodansha dan akhirnya digabung ke dalam Kodansha USA. Lu menjelaskan bahwa ia tertarik karena Kodansha ingin mengelola distribusi digital secara mandiri melalui tim kecil di San Francisco, menciptakan suasana mirip startup. Ia melihatnya sebagai peluang membangun sesuatu dari nol. Kodansha Advanced Media menjadi bagian penting dari pertumbuhan digital Kodansha di Amerika Serikat dan Amerika Utara, dengan konten didistribusikan lewat situs web dan aplikasi seluler. Distribusi digital yang cepat memberi pembaca akses mudah dan—yang paling penting—secara legal ke manga favorit mereka. Kodansha Advanced Media akhirnya digabung bersama Vertical ke dalam Kodansha USA, dengan Lu naik sebagai Presiden dan CEO.
Dalam menghadapi pasar Amerika Serikat, Lu menekankan bahwa saat ini industri sedang menikmati gelombang pertumbuhan besar. Minat terhadap anime dan manga mengalami percepatan sejak masa pandemi. Kini audiensnya berbeda; anime dan manga sudah menjadi bagian dari budaya arus utama. Bagi Generasi Z, anime dan manga setara dengan Hollywood atau video game. Sebagai perusahaan, mereka harus memahami bahwa kini bergerak di arena budaya yang jauh lebih luas, tidak hanya penerbitan, tetapi juga bagaimana anime dan manga saling terkait sebagai fenomena budaya pop. Evolusi yang perlu dilakukan adalah memahami bagaimana sisi hiburan menyatu dengan penerbitan.
Salah satu tantangan utama dalam memenuhi permintaan adalah lokalalisasi bahasa Inggris, yaitu proses adaptasi karya dari bahasa dan pasar Jepang ke pasar berbahasa Inggris di Amerika Serikat dan Amerika Utara. Proses ini kerap melibatkan keputusan tentang cara menyajikan konten, karena lelucon, permainan kata, atau referensi tertentu mungkin tidak masuk akal dalam bahasa Inggris atau bagi audiens non-Jepang. Dalam sejarahnya, lokalalisasi awal manga dan anime cenderung terlalu berat, menghasilkan nama-nama seperti Speed Racer dan Astro Boy (bukan judul Kodansha, hanya contoh). Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan ini berkurang, meski tetap ada kasus di mana fans merasa terjemahan terlalu jauh dari karya aslinya—kondisi yang diperparah oleh media sosial yang memudahkan perbandingan antara fans yang menguasai bahasa Inggris dan Jepang. Kodansha USA menangani tantangan ini dengan pendekatan yang menjunjung tinggi keaslian.
Lu menekankan bahwa pasar kini semakin dekat dengan pendekatan mereka. Dulu, penerbit harus mengubah nama Jepang atau nama makanan agar sesuai dengan selera Barat. Kini, hal itu tidak dilakukan lagi. Pasar tidak hanya lebih menerima, tetapi justru mengharapkan terjemahan yang lebih otentik. Ini menjadi keunggulan atau fokus utama Kodansha selama ini. Semua editor mereka adalah editor bilingual—sesuatu yang tidak selalu ditemui di perusahaan penerbitan lain. Fidelitas dan keakuratan terjemahan menjadi sangat penting, dan akan terus dipertahankan ke depan. Pasar pun kini semakin sejalan dengan pendekatan ini.
Selain itu, Lu mencatat bahwa penerbitan manga menjadi semacam jembatan transmisi budaya dari Jepang ke dunia Barat. Komik Jepang menjadi bagian besar dari booming budaya Asia yang kini terlihat di Barat. Gaya visual, bahasa, alur cerita, dan tropa-tropa tertentu—dipadukan dengan peran internet dan media sosial yang meruntuhkan hambatan—membuat distribusi dan eksposur konten ini jauh lebih mudah. Visualisasi komik menjadi duta terbaik budaya Jepang secara global.
Dalam memilih judul yang akan diterbitkan, Kodansha USA menghadapi dilema antara menerbitkan seri yang sudah mapan versus mempertaruhkan karya kreator baru. Lu menjelaskan bahwa bisnis mereka berbeda dengan penerbitan buku tradisional, di mana kesuksesan penulis seperti Stephen King sudah bisa diprediksi. Di bisnis manga, penilaian kesuksesan lebih banyak ditentukan di sisi Jepang. Saat memilih judul di AS, pertanyaan utamanya adalah: “Apakah judul ini sukses di Jepang? Apakah akan ada anime-nya, yang menjadi pendorong besar di sini?” Sebuah judul bisa laris di Jepang tanpa adaptasi anime, tetapi di pasar AS, sulit tanpa dukungan anime. Pertanyaan kuncinya menjadi: “Judul ini tidak punya anime, tapi menurut Anda seberapa besar potensinya?”
Beberapa judul mampu tampil di atas ekspektasi dan sukses di segmen mid-list meski tanpa adaptasi anime. Salah satu contoh kejutan beberapa tahun lalu adalah Sweat and Soap, sebuah romance tentang seseorang dengan fetih penciuman. Ini genre romance yang agak tidak biasa; romance kantor, bukan latar sekolah. Namun, penjualannya stabil dan banyak didorong oleh mulut ke mulut. Ini membuktikan bahwa peluang untuk membuat keputusan tepat masih terbuka lebar.
Salah satu cara Kodansha USA merespons pasar adalah dengan menghadirkan acara seperti Kodansha House, yang baru saja menyelesaikan penyelenggaraan tahunan keduanya di New York City bulan lalu. Lu menjelaskan alasan di balik keputusan menggelar acara tatap muka yang menjadikan manga sebagai pusat perhatian. Salah satunya adalah kesadaran betapa pentingnya fans bagi perusahaan. Fans adalah duta-duta mereka. Penyebaran informasi lewat mulut ke mulut menjadi cara terbesar orang mengenal judul dan seri baru. Fans telah banyak berkontribusi membangun komunitas dan pasar di negara ini. Mereka ingin mengadakan acara ucapan terima kasih. Ini semacam perayaan fandom. Salah satu alasan acara ini gratis adalah sebagai bentuk balas jasa kepada fans.
Mereka menyadari bisa menghadirkan semua ini dalam satu ruang. Tahun lalu menjadi eksperimen, dan tahun ini masih eksperimen, tetapi sudah ada penyempurnaan. Misalnya, keberadaan dinding galeri dan perpustakaan di dalam acara memungkinkan pengunjung benar-benar membaca dan menemukan judul-judul baru. Acara ini sekaligus mengucapkan terima kasih kepada fans lama sekaligus menyambut fans baru. Lu sangat menikmati kehadiran Kodansha House, bisa bertemu fans secara langsung. Mereka selalu punya konvensi untuk itu, tetapi suasana yang lebih intim ini memungkinkan pertemuan tatap muka yang memberi energi—baik bagi fans, bagi tim, maupun bagi para kreator dan editor. Ini memberi dimensi baru bagi bisnis mereka.
Kodansha House tahun ini bahkan dikunjungi oleh artis pemenang penghargaan, Megan Thee Stallion, sebuah kunjungan yang jelas mencerminkan betapa luasnya pengaruh anime dan manga yang kini merambah ke musik dan hiburan secara umum.
Soal digital dan pembajakan, masuknya Lu ke Kodansha bertepatan dengan langkah besar perusahaan ke ranah penerbitan digital. Saat ditanya tentang prospek penerbitan fisik dibanding digital di era yang serba digital, Lu mengungkap fakta menarik: buku fisik justru berkembang pesat. Saat ini, bisnis buku fisik masih mengungguli digital. Di Jepang, proporsinya sekitar 50-50. Sesuatu yang tidak ia duga 10 juta tahun lalu. Meski semua konten kini bisa diakses digital, membaca komik dalam format buku tetap memberi pengalaman unik yang diinginkan pembaca. Bagi yang membaca secara digital, banyak data menunjukkan mereka tetap ingin memiliki buku fisik—sebagai suvenir pengalaman, sebagai simbol fandom. Untuk masa depan terdekat, media fisik tetap menjadi bagian besar bisnis mereka.
Namun, kemudahan akses digital juga membawa tantangan: maraknya pembajakan. Banyak fans mengunggah versi terjemahan fan secara ilegal, kadang sebelum atau bersamaan dengan rilis resmi. Jalur hukum untuk melawan pembajakan memang ada dan sudah digunakan oleh penerbit besar. Lu menyatakan bahwa mereka terus membuat perbaikan, tetapi peran utama mereka adalah memastikan konten tersedia secara digital dengan mudah. Begitu versi resmi tersedia dan mudah diakses, pembajakan cenderung berkurang.
Ke depan, selain acara seperti Kodansha House yang memungkinkan kontak langsung dengan fans, Lu menyoroti sejumlah judul yang menjanjikan, terutama Blue Lock. Ini salah satu judul terlaris mereka saat ini, sebuah manga bergenre olahraga. Sulit bagi genre manga olahraga untuk mencetak seri yang meledak. Karena itu, keberhasilan Blue Lock sangat menggembirakan. Dengan Piala Dunia yang akan datang, variasi konten seperti ini—cerita-cerita yang tidak biasa ditemui dalam anime dan manga—akan semakin banyak hadir.
Saat Kodansha USA terus menghadirkan seri-seri brilian seperti Blue Lock untuk penikmat di AS, pembaca bisa menikmatinya lewat platform K Manga.
Studi kasus menarik terlihat dari fenomena Blue Lock yang berhasil menembus pasar olahraga yang selama ini sulit ditembus manga. Data riset terbaru dari Statista (2024) menunjukkan bahwa pasar manga global diperkirakan mencapai 14,3 miliar dolar AS pada 2025, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 8,5%. Infografis dari Anime News Network (2023) mencatat bahwa 67% pembaca manga di AS berusia di bawah 35 tahun, menunjukkan dominasi Generasi Z dan Milenial. Fakta lain: 44% pembaca menyatakan lebih suka format fisik meski akses digital semakin mudah, menguatkan klaim Lu tentang preferensi media cetak.
Masa depan manga di Barat bukan sekadar soal terjemahan, tapi transformasi budaya. Dari niche menjadi arus utama, dari komunitas kecil menjadi fenomena pop—setiap halaman yang dibaca adalah bagian dari revolusi diam yang mengubah cara generasi muda melihat cerita, seni, dan identitas. Mereka yang hari ini membuka satu volume, esok bisa menjadi kreator, penerjemah, atau sekadar penjaga api yang meneruskan semangat bercerita tanpa batas. Bergabunglah dalam arus ini—dunia manga menunggu, dan setiap pembaca adalah bagian dari sejarah yang sedang ditulis.
Baca juga Anime lainnya di Info Anime & manga terbaru.

Saya adalah penulis di thecuy.com, sebuah website yang berfokus membagikan tips keuangan, investasi, dan cara mengelola uang dengan bijak, khususnya untuk pemula yang ingin belajar dari nol.
Melalui thecuy.com, saya ingin membantu pembaca memahami dunia finansial tanpa ribet, dengan bahasa yang sederhana.