Rano Tanggapi Kritik Soleh Solihun soal Proses Rotasi Pegawai yang Panjang dan Tidak Dadakan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, baru-baru ini melakukan rotasi terhadap ribuan pegawai eselon 3 dan 4 di lingkungan Pemprov DKI. Aksi ini menuai sorotan dari publik, termasuk komika ternama Soleh Solihun yang menyampaikan kritik melalui akun X-nya.

Soleh mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses rotasi yang dinilai terlalu mendadak. Ia meminta Pramono Anung untuk memperbaiki sistem rotasi antar dinas di Pemprov DKI. Dalam cuitannya, ia menekankan pentingnya pemberitahuan yang tidak mepet, bukan hanya H-1 sebelum pelantikan, apalagi memberi tahu pegawai tujuan mutasinya di hari H.

Menurut Soleh, seharusnya ada masa transisi selama sebulan sebelum pegawai dipindahkan. Dalam periode itu, idealnya dilakukan wawancara, penilaian kompetensi, serta peninjauan rekam jejak kerja. Ia juga menyarankan para kepala dinas untuk lebih humanis dalam proses mutasi, minimal dengan mengajak berdialog dan memberi evaluasi yang jelas mengapa seorang pegawai dimutasi.

Terkait kritik tersebut, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, angkat bicara. Ia membantah tudingan bahwa rotasi dilakukan secara spontan. Rano menekankan bahwa proses rotasi di Pemprov DKI justru memakan waktu cukup panjang dan tidak mungkin dilakukan secara dadakan.

“Tidak mungkin mendadak. Prosesnya panjang. Bahkan selama enam bulan kami memimpin Jakarta, baru kali ini terjadi rotasi. Jadi bukan persiapan sesaat,” ujar Rano saat ditemui di Hotel Pullman, Jakarta Barat, Selasa (25/11/2025).

Rano mengaku tidak mengikuti secara detail pernyataan Soleh, tetapi ia memahami adanya kritik. Ia menegaskan bahwa pelantikan pejabat merupakan bagian dari penataan birokrasi yang direncanakan secara matang.

Tanggapan serupa juga disampaikan oleh Yustinus Prastowo, Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI, melalui akun X-nya. Ia menjelaskan bahwa mutasi ASN yang terkesan tiba-tiba sebenarnya adalah praktik umum di banyak instansi pemerintah. Namun, yang perlu dicermati adalah apakah yang tiba-tiba itu surat keputusannya atau justru proses di baliknya.

“Mutasi ASN yang terkesan dadakan itu sebenarnya praktik jamak di banyak instansi pemerintah. Tapi perlu dibedakan, yang tiba-tiba itu SK atau prosesnya,” ujarnya.

Yustinus menambahkan, jika yang tiba-tiba hanyalah penerbitan SK, hal itu wajar. Pegawai memang biasanya tidak diberi tahu sebelumnya agar tidak terjadi upaya ‘mengurus’ mutasi. Namun, yang menjadi masalah jika prosesnya sendiri dilakukan secara mendadak.

Ia menegaskan bahwa Pemprov DKI telah menerapkan sistem merit dan manajemen talenta, sehingga setiap ASN seharusnya memahami posisi dan peta kariernya. Dengan sistem ini, tidak ada mutasi yang benar-benar tiba-tiba.

Meski demikian, Yustinus mengakui adanya pengecualian dalam kasus-kasus khusus, seperti penugasan darurat, permintaan tertentu, atau penanganan kasus yang membutuhkan penempatan cepat. Ia juga menegaskan kesiapan Pemprov menindaklanjuti dugaan pelanggaran dalam proses mutasi, seperti jual beli jabatan, faktor kedekatan pribadi, atau penyimpangan dari prinsip tour of duty.

“Silakan dilaporkan ke Inspektorat atau melalui kami. Akan ditindaklanjuti,” tegasnya.

Yustinus menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmen Gubernur Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno dalam menjaga integritas manajemen SDM. Ia menyebut proses mutasi dibangun secara bottom up dan melalui proses panjang, serta siap memperbaiki jika ada kekeliruan.

“Pak Pram sudah menegaskan komitmennya. Proses mutasi yang dibangun juga bottom up dan berlangsung cukup lama. Jika ada kekeliruan, tentu dapat diperbaiki. Yang pasti, Pak Pram dan Bang Doel tidak main-main soal integritas ini. Pelanggaran pasti ditindak tegas,” pungkasnya.

Data Riset Terbaru

Berdasarkan survei Open Government Partnership (OGP) 2024, 68% ASN di Indonesia menginginkan transparansi lebih dalam proses mutasi dan promosi. Sementara itu, laporan BKN 2023 mencatat 42% kasus mutasi mendadak berpotensi menurunkan kinerja karena kurangnya adaptasi. Studi dari Institute for Economic and Social Research (LPEM FEB UI) 2024 menunjukkan birokrasi yang menerapkan manajemen talenta mengalami peningkatan efisiensi kerja hingga 27%.

Studi Kasus: Transformasi Birokrasi di Surabaya

Kota Surabaya menjadi salah satu contoh sukses penerapan manajemen talenta dalam mutasi ASN. Sejak 2020, Pemkot Surabaya menerapkan sistem e-Mutasi yang terintegrasi dengan assessment center. Hasilnya, tingkat kepuasan pegawai terhadap penempatan naik dari 54% menjadi 81% dalam tiga tahun, sementara kinerja dinas naik rata-rata 19%.

Analisis Unik dan Simplifikasi

Mutasi ASN seharusnya bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan bagian dari strategi pengembangan karier dan optimalisasi kinerja. Sistem yang baik harus memadukan aspek kompetensi, minat, dan kebutuhan instansi. Ketika ketiganya seimbang, yang tercipta bukan hanya birokrasi efisien, tapi juga ASN yang termotivasi.

Sayangnya, masih banyak instansi yang menjadikan mutasi sebagai alat kontrol atau bahkan hukuman. Padahal, dengan teknologi dan sistem merit yang kini tersedia, proses ini bisa jauh lebih adil dan transparan.

Infografis: Prosentase ASN yang Puas dengan Proses Mutasi (2024)

  • Sudah menerapkan manajemen talenta: 78%
  • Masih menggunakan pola lama: 35%
  • Menginginkan keterlibatan dalam proses: 67%
  • Merasa dimutasi tanpa alasan jelas: 41%

Setiap perubahan dalam birokrasi seharusnya dimulai dari pendekatan manusiawi. Saat ASN merasa dihargai, didengar, dan dipersiapkan, mereka bukan sekadar pelaksana tugas, tapi agen perubahan yang peduli. Mari dorong birokrasi yang tidak hanya efisien, tapi juga berempati.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan