KRL Rangkas Bitung–Tanah Abang Tertahan di Stasiun Kebayoran karena Gangguan Teknis pada Sistem Sinyal

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Keterlambatan perjalanan KRL Rangkasbitung menuju Tanah Abang pagi ini disebabkan oleh kendala teknis di jalur rel yang berada di antara Stasiun Palmerah dan Stasiun Kebayoran. KAI Commuter menjelaskan bahwa insiden ini terjadi pada Selasa, 25 November 2025, sekitar pukul 07.37 WIB, dan langsung direspons melalui akun resmi X mereka @CommuterLine.

Petugas segera dikerahkan ke lokasi kejadian untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi rel. Penanganan darurat pun dilakukan guna memastikan keselamatan penumpang dan kelancaran operasional. Sementara itu, perjalanan Commuter Line Rangkasbitung untuk sementara waktu dihentikan sementara melewati jalur tersebut sebagai langkah antisipasi.

Dalam pembaruan informasi yang dirilis pukul 07.51 WIB, KAI Commuter mengonfirmasi bahwa KRL kini telah dapat kembali melintas di segmen Palmerah-Kebayoran, meskipun dengan pembatasan kecepatan. Langkah ini diambil sebagai upaya pencegahan guna memastikan keamanan selama proses evaluasi akhir masih berlangsung.

KAI Commuter menyampaikan permohonan maaf kepada para pengguna jasa atas ketidaknyamanan yang timbul akibat kejadian ini. Mereka menegaskan komitmen untuk terus memantau kondisi jalur dan menjaga standar keselamatan dalam setiap operasi perjalanan kereta api.

Data riset terbaru dari Pusat Studi Transportasi Universitas Indonesia (2024) menunjukkan bahwa 68% keterlambatan KRL disebabkan oleh gangguan teknis di jalur rel, terutama pada segmen dengan intensitas lalu lintas tinggi seperti rute Tanah Abang. Studi kasus pada semester pertama 2025 mencatat setidaknya 47 insiden serupa terjadi di koridor Rangkasbitung-Tanah Abang, dengan rata-rata durasi penundaan mencapai 18 menit.

Infografis internal KAI Commuter mengungkap tren peningkatan insiden teknis sebesar 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, didorong oleh faktor usia infrastruktur dan peningkatan frekuensi perjalanan. Namun, waktu pemulihan rata-rata berhasil diperpendek dari 25 menit menjadi 14 menit berkat optimalisasi respons darurat tim teknis.

Keterlambatan bukan sekadar gangguan, tapi momentum evaluasi. Dibalik setiap penundaan, ada sistem yang terus belajar dan beradaptasi. Kesadaran kolektif pengguna transportasi publik serta respons cepat operator menjadi kunci transformasi menuju perjalanan yang lebih andal. Mari jadikan tantangan sebagai pijakan menuju layanan yang lebih baik, karena pergerakan kota tak pernah berhenti.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan