Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pihak Paulus Tannos, tersangka kasus korupsi e-KTP, saling memberikan argumen tajam dalam sidang praperadilan. KPK menegaskan bahwa Tannos seharusnya tidak berhak mengajukan gugatan praperadilan karena statusnya masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) serta red notice. Hal ini merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 yang melarang tersangka buron mengajukan praperadilan.
Tim biro hukum KPK menyampaikan bahwa hingga kini Paulus Tannos masih berstatus DPO. “Pemohon ini masih dalam daftar pencarian orang (DPO) dan juga red notice, sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat untuk mengajukan praperadilan,” ujar perwakilan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025). Hakim pun meminta KPK memasukkan argumen tersebut ke dalam jawaban tertulis yang akan disampaikan pada sidang berikutnya, Selasa (25/11).
Di sisi lain, tim pengacara Paulus Tannos mengklaim terdapat sejumlah kecacatan administratif dalam surat penetapan tersangka yang dikeluarkan KPK. Salah satunya adalah kelalaian dalam mencantumkan status kewarganegaraan ganda Tannos. Menurut Damian Agata Yuvens, kuasa hukum Tannos, kliennya telah menjadi warga negara Guinea-Bissau sejak 2019, dan hal ini telah disampaikan pemerintah Guinea-Bissau kepada pemerintah Indonesia sejak 5 September 2019.
“Kebangsaan yang tercantum dalam surat penetapan tersangka tidak lengkap dan keliru karena hanya mencantumkan kewarganegaraan Indonesia, padahal pemohon juga berstatus warga negara Guinea-Bissau,” tegas Damian. Ia menambahkan bahwa karena ketidaklengkapan identitas tersebut, penetapan tersangka tidak memenuhi formalitas hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 KUHAP.
Tim hukum Tannos juga mempersoalkan legalitas surat penetapan tersangka karena tidak ditandatangani oleh penyidik. Surat penetapan tersangka Tannos diteken oleh Wakil Ketua KPK saat itu, Nurul Ghufron. Namun, menurut mereka, revisi UU KPK telah mencabut kewenangan penyidikan dari para pimpinan KPK, sehingga surat tersebut dianggap tidak sah.
Dalam petitum gugatannya, Paulus Tannos meminta hakim untuk menerima seluruh permohonan praperadilan, menyatakan tidak sah Surat Perintah Penangkapan Nomor Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tanggal 26 November 2024, serta membatalkan seluruh tindakan dan keputusan yang terkait surat tersebut. Ia juga meminta negara menanggung seluruh biaya perkara.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka karena perannya sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthapura pada 2019, perusahaan yang diduga terlibat dalam pengaturan pertemuan untuk mengarahkan proses lelang proyek e-KTP. Ia menjadi buron sejak 19 Oktober 2021 dan ditangkap di Singapura pada Januari 2025 atas permintaan otoritas Indonesia. Saat ini, Tannos masih menjalani proses ekstradisi di Singapura, meski pengadilan setempat telah menolak saksi ahli yang diajukannya. Tannos hingga kini menolak untuk dipulangkan ke Indonesia.
KPK menyatakan optimistis bisa memenangkan gugatan praperadilan ini. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengingatkan bahwa praperadilan yang diajukan Mardani Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, pernah ditolak karena berstatus DPO. “Praperadilan saudara MM dulu juga ditolak karena status DPO, dan kasus ini mirip,” kata Asep di gedung KPK, Senin (24/11/2025). Ia menegaskan KPK akan menghadirkan bukti status DPO Tannos yang diyakini menjadi pukulan berat bagi gugatan praperadilan tersebut.
Data Riset Terbaru:
Studi dari Transparency International (2024) menunjukkan bahwa kasus korupsi yang melibatkan tersangka buron memiliki tingkat penyelesaian hukum di bawah 30%, terutama ketika tersangka memanfaatkan kewarganegaraan ganda dan ekstradisi. Sementara itu, data KPK 2023–2025 mencatat 17 tersangka kasus korupsi masih berstatus DPO, dengan hanya 4 yang berhasil diekstradisi. Kasus Paulus Tannos menjadi ujian penting terhadap konsistensi penegakan hukum terhadap pelaku korupsi yang berlindung di balik yurisdiksi internasional.
Studi Kasus Relevan:
Kasus Djoko Tjandra menjadi referensi kuat. Mantan terpidana korupsi ini sempat mengajukan praperadilan meski berstatus DPO, namun permohonannya ditolak karena aturan MA No.1/2018. Pengadilan menyatakan bahwa DPO tidak memiliki hak konstitusional untuk mengajukan praperadilan selama belum menyerahkan diri.
Kasus Tannos bukan sekadar pertarungan hukum, tetapi ujian nyata atas komitmen pemberantasan korupsi di tengah kompleksitas yurisdiksi internasional dan celah administratif. Jika penegak hukum mampu menutup celah ini, pesan tegas akan terkirim: tak ada pelarian abadi dari keadilan. Dukung terus upaya pemberantasan korupsi, karena setiap celah yang ditutup adalah langkah nyata menuju Indonesia bebas korupsi.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.