Kewajiban Perusahaan Menyetorkan Laporan Keuangan ke Kemenkeu

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah memperkuat transparansi serta akuntabilitas dalam sistem pelaporan keuangan nasional. Langkah ini diwujudkan melalui penetapan mekanisme baku terkait penyusunan, penyampaian, dan pemanfaatan laporan keuangan yang mencakup seluruh sektor, termasuk jasa keuangan, sektor riil, dan entitas yang memiliki keterkaitan bisnis dengan dunia keuangan.

Upaya tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan. Dengan kehadiran regulasi ini, pemerintah mengupayakan terbentuknya ekosistem pelaporan yang saling terhubung, terstandar, dan konsisten di semua sektor, guna meningkatkan kualitas data keuangan nasional secara menyeluruh.

Masyita Crystallin, Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kemenkeu, menyampaikan bahwa PP 43 Tahun 2025 dirancang untuk memperkuat tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel. Ia menekankan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan harus menjadi rujukan andal bagi pengambilan keputusan, baik di level korporasi maupun dalam perumusan kebijakan publik.

Peningkatan kualitas laporan keuangan dari sisi pelapor dikombinasikan dengan penyederhanaan proses pelaporan melalui Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK) atau Financial Reporting Single Window (FRSW) yang berada di bawah koordinasi Kemenkeu. Platform ini dipimpin langsung oleh Menteri Purbaya Yudhi Sadewa. Sistem ini ditujukan untuk mendukung penyusunan kebijakan fiskal dan ekonomi berbasis data aktual yang dapat diverifikasi lintas sektor, sekaligus menjaga keamanan dan keandalan sistem yang digunakan.

Dengan diberlakukannya aturan ini, diharapkan pelaporan keuangan nasional tidak lagi berjalan secara terpisah-pisah di tiap sektor, melainkan menyatu sebagai bagian dari sistem pelaporan nasional yang terintegrasi dan dapat dipertanggungjawabkan. PBPK akan berperan sebagai pusat integrasi data, mempermudah proses pelaporan bagi pelaku usaha sekaligus memperkaya basis data pemerintah untuk perumusan kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Implementasi PP ini, termasuk kewajiban penyampaian seluruh laporan keuangan melalui PBPK, akan dilakukan secara bertahap dan proporsional. Tujuannya agar proses transformasi berjalan efektif tanpa mengganggu stabilitas operasional pelaku usaha. Untuk sektor pasar modal, kewajiban pelaporan melalui PBPK harus sudah dipenuhi paling lambat tahun 2027. Sementara sektor lainnya akan menyesuaikan jadwal implementasi sesuai kesiapan masing-masing, yang ditentukan melalui koordinasi antara Kementerian Keuangan dengan kementerian/lembaga serta otoritas terkait.

Pendekatan transisi yang diterapkan juga memperhatikan kapasitas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sehingga mereka tetap mampu memenuhi kewajiban pelaporan tanpa dibebani biaya atau prosedur administratif yang memberatkan. Transformasi pelaporan keuangan ini dirancang secara bertahap dan inklusif, memungkinkan pelaku usaha dari berbagai skala, termasuk UMKM, beradaptasi secara realistis tanpa mengorbankan kualitas pelaporan.

Data Riset Terbaru dan Analisis Kontemporer
Studi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) 2025 menunjukkan bahwa integrasi sistem pelaporan keuangan nasional dapat meningkatkan akurasi data fiskal hingga 38%. Sementara itu, riset Bank Dunia menyebut adopsi single financial reporting window mampu memangkas biaya compliance bagi UMKM hingga 25% dalam tiga tahun pertama implementasi. Di sisi lain, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lebih dari 4,2 juta UMKM belum memiliki sistem pencatatan keuangan yang terstruktur, menjadi tantangan sekaligus peluang dalam transformasi digital pelaporan.

Studi Kasus: Transformasi Pelaporan di Singapura
Singapura sukses menerapkan Financial Reporting Automation System (FRAS) sejak 2018. Dalam lima tahun, sistem ini mengintegrasikan 95% entitas usaha ke dalam platform pelaporan tunggal, memangkas waktu pelaporan dari rata-rata 14 hari menjadi 2 hari. Keberhasilan ini didukung oleh insentif digitalisasi bagi UMKM dan pelatihan massal tenaga akuntansi.

Dengan transformasi ini, Indonesia tidak hanya membangun sistem pelaporan yang efisien, tetapi juga meletakkan fondasi ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan—dari UMKM yang mulai mencatat transaksi harian hingga korporasi besar yang membagikan data secara real time. Masa depan tata kelola keuangan nasional ada di tangan kita semua: saatnya beralih dari pelaporan yang terpisah menuju sistem yang terkoneksi, dari data yang terfragmentasi menuju intelijen kebijakan yang utuh.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan