Kasus TKI 20 Tahun Dianiaya di Malaysia, PAN Desak Evaluasi Pengawasan Pekerja Migran

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN, Ashabul Kahfi, mengkritik penanganan kasus kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, Seni (47), yang mengalami penyiksaan selama lebih dari dua dekade. Ia menilai insiden ini mencerminkan sistem pengawasan pekerja migran Indonesia (PMI) yang masih rapuh dan tidak efektif.

Ashabul menegaskan perlunya reformasi menyeluruh dalam pendataan, koordinasi antarinstansi, serta perlindungan nyata bagi pekerja migran. Menurutnya, kontribusi besar para pekerja migran terhadap negara harus diimbangi dengan perlindungan yang memadai. Ia menekankan bahwa kasus Seni harus menjadi momentum perubahan, di mana negara hadir sejak sebelum keberangkatan, bukan hanya saat kasus mencuat ke publik.

“Kami akan meminta penjelasan resmi dari BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, serta perwakilan diplomatik di Malaysia, untuk mengaudit bagaimana pengawasan bisa gagal selama ini,” ujarnya. Ia juga menyoroti pentingnya verifikasi proses keberangkatan awal korban dan evaluasi perlindungan yang diberikan selama ini, guna mencegah kejadian serupa di masa depan.

Politisi PAN ini menuntut pemulangan segera dan pemulihan kondisi korban secara menyeluruh. Ia menekankan bahwa Seni, sebagai saksi kunci, harus mendapatkan pendampingan hukum, perawatan medis, dan jaminan kompensasi. Proses pemulangan, kata dia, harus dilakukan dengan asesmen menyeluruh tanpa menghambat proses hukum yang sedang berjalan.

Ashabul juga mendesak pemerintah memperkuat pengawasan terhadap pekerja migran, terutama di sektor domestik yang rentan eksploitasi. Langkah-langkah yang ia usulkan antara lain penertiban keberangkatan nonprosedural, penguatan peran KBRI/KJRI, digitalisasi data pekerja migran, serta evaluasi ulang perjanjian kerja sama bilateral dengan Malaysia. “Negara harus memastikan akses bantuan tersedia kapan pun dibutuhkan pekerja kita,” tegasnya.

Di sisi lain, otoritas kepolisian Malaysia telah menangkap pasangan suami istri, Azhar Mat Taib (59) dan Zuzian Mahmud (59), atas dugaan perdagangan orang dan eksploitasi terhadap Seni. Keduanya dijerat Pasal 13(a) Undang-Undang Anti-Perdagangan Orang dan Anti-Penyelundupan Migran Tahun 2007, yang dibacakan bersama Pasal 34 KUHP. Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan anak kandung pasangan tersebut, yang mengungkap penyiksaan fisik termasuk penyiraman air panas ke mulut korban karena menggunakan kecap tanpa izin.

Selama lebih dari 20 tahun, Seni diduga bekerja tanpa upah dengan jam kerja berlebihan dan tanpa istirahat yang layak. Kasus ini pun menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Menteri P2MI Mukhtarudin menyatakan komitmen negara dalam memberikan perlindungan dan pemulihan hak bagi korban. Pihaknya telah mengirimkan nota diplomatik melalui KP2MI dan KBRI Kuala Lumpur kepada Kementerian Luar Negeri Malaysia, serta menjamin bantuan hukum melalui pengacara yang ditunjuk Bar Council Malaysia.

Data Riset Terbaru 2024 dari International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa lebih dari 60% pekerja migran Indonesia bekerja di sektor rumah tangga, dengan risiko tinggi mengalami eksploitasi dan kekerasan. Studi dari Universitas Gadjah Mada (2023) mencatat 1 dari 3 TKI mengalami bentuk kekerasan fisik atau psikologis selama masa penempatan, sering kali tanpa akses ke mekanisme pelaporan yang efektif.

Sebuah studi kasus dari Jaringan Migrant Care (2023) mengungkap celah sistemik dalam pengawasan TKI nonprosedural, di mana 70% kasus kekerasan terjadi pada pekerja yang ditempatkan melalui jalur informal. Infografis dari Badan Pusat Statistik (2024) menunjukkan tren peningkatan kasus kekerasan terhadap PMI di Malaysia sebesar 25% dalam lima tahun terakhir, dengan sektor domestik menyumbang 85% dari total kasus.

Reformasi sistemik dalam perlindungan pekerja migran bukan sekadar kebutuhan, melainkan kewajiban moral dan hukum negara. Dengan memperkuat pengawasan sejak pra-keberangkatan, memastikan akses bantuan yang cepat dan aman, serta menjadikan setiap kasus sebagai pembelajaran sistemik, Indonesia dapat mewujudkan perlindungan nyata bagi jutaan warga yang mengadu nasib di luar negeri. Mereka bukan hanya pencari kerja, tetapi pahlawan devisa yang layak mendapatkan harga diri dan keamanan di mana pun mereka berada.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan