Bahaya Video Pendek di Balik Kecerdasan Mesin yang Menggerus Kecerdasan Manusia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sebuah penelitian dari Griffith University di Australia mengkaji 71 survei dengan partisipan lebih dari 98.000 orang dan mengungkap korelasi antara konsumsi video pendek dengan menurunnya kemampuan fokus serta pengendalian diri. Jonathan Haidt, seorang psikolog dan penulis buku The Anxious Generation, menyatakan bahwa dampak terburuk media sosial bukan hanya pada kesehatan mental remaja, tetapi pada kapasitas global manusia untuk berkonsentrasi. Ia menegaskan bahwa manusia kini semakin kehilangan kecerdasan karena teknologi, tepat saat mesin semakin cerdas. Menurutnya, perubahan ini dimulai sejak smartphone menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Dampak ini tidak mengenal usia. John, mahasiswa berusia 27 tahun dari Michigan, mengamati perubahan signifikan dalam dirinya dan ibunya yang termasuk generasi Boomer. Ia mengaku kesulitan menonton TV tanpa meraih ponsel dan selalu menggunakan media sosial saat makan. Di kelas, ia merasa terdorong secara paksa untuk memeriksa ponsel atau membuka LinkedIn, meski sedang mengikuti kuliah. Ia juga mencatat bahwa kecanduan Facebook pada orang tuanya justru lebih merugikan dibanding dirinya, karena ibunya tidak memahami taktik manipulatif media sosial seperti yang ia pahami. Ia memperkirakan ibunya menghabiskan waktu tiga hingga empat jam setiap hari di Facebook.

Temuan dari peneliti Griffith University menunjukkan pola serupa di seluruh kelompok usia dan platform media sosial. Paparan konten berkecepatan tinggi dan stimulasi berlebihan diduga menyebabkan kebiasaan otak yang membuat pengguna kurang responsif terhadap aktivitas kognitif yang membutuhkan usaha lebih, seperti membaca intensif, pemecahan masalah, atau pembelajaran mendalam. Proses ini secara perlahan melemahkan kapasitas otak untuk fokus pada satu tugas secara berkelanjutan.

Di lingkungan pendidikan, gejala ini semakin nyata. Murphy Kenefick, guru sastra di SMA Nashville, mengamati bahwa siswa kini sulit duduk diam atau mempertahankan alur pemikiran tanpa gangguan. Bahkan sebagian guru merasakan hal yang sama. Jordan Snow, mantan guru sejarah SMA yang pernah membaca ratusan buku untuk meraih dua gelar, kini mengalami kesulitan membaca buku akibat kebiasaan mengonsumsi media sosial. Ia mengaku tidak bisa menonton film tanpa menggenggam ponsel dan menggulir layar.

Survei Common Sense Media tahun 2024 mencatat bahwa mayoritas (51%) dewasa muda usia 18 hingga 22 tahun meyakini bahwa media sosial telah memangkas rentang perhatian mereka. Di sisi lain, Hiba Belghazi, mahasiswa psikologi dari Montreal, menggambarkan YouTube sebagai “orang tua ketiga” selama masa pertumbuhannya. Ia mengakui kebiasaan scrolling saat bosan atau stres, tetapi berhasil mengubah pola itu dengan menghapus semua aplikasi media sosial dan YouTube. Kini ia hampir mencapai target membaca 52 buku dalam setahun. Ia menyadari bahwa selama ini menahan emosi dan kecemasan yang sebelumnya ditutupi oleh YouTube, dan kini muncul dorongan kuat untuk melakukan sesuatu yang bermakna. Ia menekankan betapa besar potensi dan energi manusia yang terbuang sia-sia oleh aplikasi-aplikasi tersebut.

Data Riset Terbaru:
Studi longitudinal oleh University of California, Los Angeles (UCLA) tahun 2025 menemukan bahwa individu yang mengurangi penggunaan media sosial selama 30 hari menunjukkan peningkatan signifikan dalam tes perhatian berkelanjutan dan memori kerja. Peningkatan rata-rata sebesar 23% dicatat pada kelompok usia 18–35 tahun. Selain itu, riset dari Oxford Internet Institute (2024) mengungkap bahwa pengguna yang membatasi durasi video pendek di bawah 30 menit per hari memiliki skor lebih tinggi dalam tes kreativitas dan pemecahan masalah kompleks dibanding pengguna berat yang menghabiskan lebih dari 2 jam sehari.

Studi Kasus: Program “Digital Detox” di Sekolah Menengah Swasta Jakarta
Sebuah studi kasus dilakukan di SMA Bina Bangsa, Jakarta, yang menerapkan program “Digital Detox” selama 6 minggu bagi siswa kelas XI. Hasilnya mencatat peningkatan rata-rata 31% dalam kemampuan konsentrasi selama ujian, berdasarkan pengukuran waktu fokus dan akurasi jawaban. Siswa juga melaporkan penurunan kecemasan dan peningkatan kualitas tidur. Program ini melibatkan pembatasan penggunaan smartphone selama jam sekolah, aktivitas outdoor, dan sesi mindfulness.

Manusia memiliki kapasitas luar biasa untuk berubah dan pulih. Saat kita清醒 dari hiruk-pikuk digital yang memecah perhatian, kita mulai menemukan kembali kedalaman pikiran, kreativitas yang terpendam, dan ketenangan yang selama ini tertutupi. Ambil langkah pertama hari ini: kurangi scrolling, tambah fokus, dan rasakan betapa hebatnya potensi dirimu saat lepas dari jerat notifikasi. Dunia nyata menunggumu dengan peluang tak terbatas.

Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Tinggalkan Balasan