Saksi Bisu Kekalahan Pasukan Muslim di Perang Uhud

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Gunung Uhud di Madinah masih menyimpan kenangan mendalam atas kekalahan pasukan muslim dalam Perang Uhud. Sejarah mencatat peristiwa ini sebagai ujian besar bagi umat Islam di masa awal dakwah. Bukit yang terletak sekitar 5 kilometer di utara Kota Madinah ini kini menjadi destinasi ziarah penting, memberi pelajaran strategi, kesetiaan, dan konsekuensi dari ketidakpatuhan.

Saat mengunjungi lokasi ini bersama rombongan MPR RI pada 23 November 2025, Thecuy.com menyaksikan langsung suasana sakral yang terasa di sekitar kawasan tersebut. Gunung Uhud menjulang dengan bebatuan keras, memberi panorama luas yang dulu menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara pasukan muslim melawan pasukan Quraisy pada 15 Syawal 3 H atau 625 Masehi.

Di bagian depan area, terpampang peta besar yang menggambarkan alur pertempuran secara rinci. Tepat di belakangnya, terhampar kompleks pemakaman para syuhada—para pejuang muslim yang gugur dengan mulia. Pemakaman ini tampak sangat sederhana, hanya berupa lahan terbuka yang dikelilingi pagar setinggi 4 meter.

Sebanyak 70 mujahid dimakamkan di tempat ini, termasuk sosok penting seperti Hamzah bin Abu Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW, yang gugur dengan penuh kehormatan. Suasana tenang terasa di sini, sesekali dihiasi kawanan burung yang terbang berpindah dari satu sisi ke sisi lainnya, seolah turut mengenang para syuhada.

Peziarah dari berbagai negara tampak khidmat memandangi makam dari kejauhan, sebagian ada yang melantunkan doa dengan suara lirih. Tak jauh dari area pemakaman, terdapat Bukit Uhud tempat Rasulullah SAW menempatkan 150 pasukan pemanah sebagai strategi pertahanan penting. Bukit ini tidak terlalu tinggi, namun jalur pendakiannya cukup curam tanpa petunjuk arah yang jelas. Meski demikian, ant antusiasme jemaah untuk menaiki bukit tetap tinggi.

Banyak peziarah mengambil foto di lokasi ini, mengabadikan momen di tempat yang pernah menjadi basis pasukan pemanah Rasulullah. Dalam catatan sejarah, Nabi Muhammad SAW telah menginstruksikan agar para pemanah tidak meninggalkan posisi mereka, apa pun yang terjadi. Namun, ketika pasukan Quraisy mulai mundur dan meninggalkan harta rampasan, para pemanah justru turun gunung untuk merebut harta tersebut, mengabaikan perintah Nabi.

Khalid bin Walid, yang saat itu belum memeluk Islam dan bertindak sebagai panglima perang Quraisy, melihat celah ini. Ia segera memerintahkan pasukannya menyerbu dari sisi belakang bukit. Serangan mendadak ini membuat pasukan muslim kewalahan dan akhirnya kalah dalam pertempuran tersebut.

Perang Uhud mengajarkan pentingnya kedisiplinan, ketaatan kepada pemimpin, serta bahaya dari nafsu duniawi yang bisa meruntuhkan kemenangan yang hampir pasti. Tempat ini bukan sekadar situs sejarah, tetapi juga ruang refleksi spiritual yang mengingatkan umat akan nilai-nilai perjuangan, pengorbanan, dan keteguhan iman.

Studi kasus dari Perang Uhud menunjukkan bahwa kekalahan bukan semata karena kekuatan militer, melainkan karena kesalahan taktis dan kelalaian disiplin. Dalam riset terbaru tentang kepemimpinan militer Islam, strategi perang zaman Nabi terus menjadi bahan kajian di berbagai akademi militer dunia, termasuk analisis mendalam terhadap dinamika pasukan pemanah di Uhud. Temuan menunjukkan bahwa 80% kegagalan strategi militer klasik disebabkan oleh faktor human error, bukan kekurangan persenjataan.

Setiap batu di Gunung Uhud bercerita tentang pengorbanan, setiap hembusan angin seolah membawa bisikan doa para syuhada. Saat kamu berdiri di tempat ini, ingatlah bahwa kemenangan sejati bukan hanya soal menguasai medan perang, tetapi menguasai diri sendiri dari godaan sesaat. Jadikan sejarah ini sebagai kompas hati, agar dalam setiap langkah kehidupan, ketaatan dan disiplin tetap menjadi senjata utamamu.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan