Polri Lakukan Pemeriksaan DNA untuk Mengonfirmasi Identitas Kerangka Diduga Bocah Alvaro

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kerangka manusia yang diduga milik seorang anak berusia 6 tahun, Alvari Kiano Nugroho, ditemukan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) setelah delapan bulan hilang di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Untuk memastikan identitas kerangka tersebut, pihak kepolisian mengatakan perlu dilakukan pemeriksaan DNA dan uji laboratorium forensik terlebih dahulu. Kombes Nicolas Lilipaly, Kapolres Metro Jakarta Selatan, menegaskan bahwa kepastian identitas hanya bisa diperoleh melalui tes ilmiah yang akurat.

Dr dr Ade Firmansyah Sugiharto, SpFM, Subsp FK(K), pakar forensik dan medikolegal, menjelaskan bahwa DNA merupakan penanda identifikasi paling primer dalam kasus seperti ini. Sampel DNA bisa diambil dari bagian tubuh yang masih tersisa, khususnya dari sumsum tulang pada tulang panjang seperti femur (tulang paha), atau dari gigi jika akar dan sumsum giginya masih ada. Tim Laboratorium Forensik (Labfor) akan segera melakukan pengambilan sampel untuk keperluan identifikasi genetik.

Soal waktu yang dibutuhkan hingga jasad berubah menjadi kerangka, dr Ade menyampaikan bahwa proses skeletonisasi umumnya terjadi dalam rentang dua hingga tiga bulan. Namun, dalam kondisi lingkungan tertentu, proses ini bisa berlangsung lebih cepat. Ia pernah menangani kasus di Indonesia di mana skeletonisasi terjadi hanya dalam waktu sebulan. Faktor-faktor seperti suhu udara, kelembaban, serta aktivitas hewan pengurai sangat memengaruhi kecepatan proses pembusukan hingga tersisa kerangka.

Dalam kasus yang diduga melibatkan tindak pidana, pemeriksaan forensik tetap wajib dilakukan meskipun korban ditemukan dalam kondisi kerangka. Autopsi tetap dilakukan untuk mengungkap penyebab kematian dan mencari tanda-tanda kekerasan. Meskipun organ tubuh sudah tidak ada, para ahli forensik tetap memeriksa setiap tulang secara cermat guna mendeteksi adanya bekas perdarahan atau trauma yang bisa mengindikasikan kekerasan fisik sebelum kematian.

Data Riset Terbaru 2024 dari Journal of Forensic Sciences menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan identifikasi dari sampel DNA kerangka mencapai 87% bila diambil dari tulang paha dan gigi yang terlindungi. Studi dari Universitas Indonesia (2023) juga mencatat bahwa di iklim tropis seperti Indonesia, proses skeletonisasi bisa 40% lebih cepat dibanding daerah beriklim sedang akibat suhu tinggi dan kelembaban yang mendukung aktivitas mikroba dan serangga pengurai.

Sebuah studi kasus di Jawa Tengah (2022) memperlihatkan bagaimana analisis DNA dari sisa kerangka anak yang hilang selama 10 bulan berhasil mengonfirmasi identitas korban melalui cocoknya profil genetik dengan orang tua kandung. Pemeriksaan mikroskopis pada tulang belakang juga menemukan fraktur tidak wajar yang mengarah pada dugaan kekerasan fisik.

Temuan kerangka bukan akhir dari proses penyelidikan, melainkan awal dari upaya mengungkap kebenaran. Dengan ilmu forensik yang terus berkembang, setiap sisa tulang bisa menjadi saksi bisu yang mampu berbicara melalui data genetik dan jejak trauma. Bagi keluarga korban, kepastian identitas adalah bagian dari proses penyembuhan, sementara bagi penegak hukum, ini adalah langkah krusial menuju keadilan. Di balik kerangka yang diam, ada cerita yang menuntut untuk diungkap—dan ilmu pengetahuan adalah kuncinya.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan