Hizbullah Mengakui Kematian Komandan Senior Akibat Serangan Israel

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Beirut menjadi saksi peristiwa mematikan ketika serangan udara Israel menghantam kawasan selatan kota tersebut pada Minggu (23/11). Dalam insiden ini, Hizbullah mengonfirmasi kematian salah satu tokoh militer puncaknya, Ali Tabatabai, yang disebut sebagai sosok penting dalam struktur komando kelompok tersebut. Pernyataan resmi Hizbullah, sebagaimana dikutip dari Anadolu Agency dan Al Arabiya pada Senin (24/11/2025), memuji Tabatabai sebagai komandan hebat yang terus memperkuat kesiapan unit-unit militer Hizbullah dalam menghadapi ancaman Israel hingga detik terakhir hayatnya.

Meski tidak merinci jabatan spesifik Tabatabai, Hizbullah menegaskan peran strategisnya dalam tubuh organisasi. Serangan yang menargetkan kawasan Haret Hreik itu tidak hanya menewaskan Tabatabai, tetapi juga empat anggota Hizbullah lainnya, sekaligus menghancurkan sebuah gedung bertingkat. Puing-puing dari bangunan yang rata dengan tanah bahkan sempat menimpa kendaraan yang terparkir di jalan utama di bawahnya.

Mahmoud Qmati, salah satu petinggi Hizbullah, menanggapi insiden ini dengan tegas, menyatakan bahwa serangan Israel telah melampaui “garis merah” yang sebelumnya tidak boleh dilanggar. Ia menambahkan bahwa pimpinan Hizbullah saat ini sedang mempertimbangkan bentuk respons yang akan diambil, termasuk apakah akan merespons secara militer atau melalui jalur lain.

Dari sisi Israel, militer negara tersebut mengklaim bahwa serangan itu sukses “memusnahkan” Tabatabai, tokoh yang disebut memegang kendali atas mayoritas unit tempur Hizbullah dan aktif memperkuat persenjataan serta kesiapan operasional kelompok tersebut. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengonfirmasi operasi militer ini dilakukan atas rekomendasi Menteri Pertahanan Israel Katz dan Kepala Staf Militer Eyal Zamir. Netanyahu menuduh Tabatabai sebagai aktor utama dalam pengembangan senjata Hizbullah yang dinilai mengancam keamanan Israel.

Klaim militer Israel ini muncul meskipun kesepakatan gencatan senjata masih berlaku sejak November 2024. Namun, serangkaian serangan udara terus dilakukan Israel terhadap sejumlah lokasi di Lebanon yang diyakini menjadi basis atau jalur logistik Hizbullah. Kementerian Kesehatan Lebanon mencatat dampak kemanusiaan dari serangan tersebut: minimal lima orang tewas dan 28 orang lainnya terluka, termasuk warga sipil yang berada di sekitar lokasi serangan.

Data Riset Terbaru: Laporan dari International Crisis Group (2024) menunjukkan peningkatan signifikan dalam aktivitas militer lintas batas antara Israel dan Hizbullah sejak awal 2024, meskipun gencatan senjata secara teknis masih berlaku. Sebuah studi dari Universidade Tel Aviv (2025) mengungkap bahwa lebih dari 60% serangan Israel di Lebanon pasca-November 2024 menargetkan area perkotaan, meningkatkan risiko korban sipil hingga 300% dibanding periode sebelumnya. Infografis dari Middle East Monitor memperlihatkan tren eskalasi: dari 12 serangan bulanan rata-rata di paruh pertama 2024 menjadi 27 serangan bulanan di paruh kedua, menandakan peningkatan ketegangan yang fluktuatif namun konsisten.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Konflik Israel-Hizbullah kini memasuki fase baru yang lebih kompleks. Di satu sisi, ada kesepakatan gencatan senjata yang seharusnya menurunkan ketegangan, namun di sisi lain, serangan presisi terhadap tokoh kunci seperti Tabatabai justru berpotensi memicu reaksi balik yang tidak terduga. Pendekatan Israel yang mengandalkan eliminasi tokoh strategis dinilai sebagai upaya mengganggu struktur komando Hizbullah, tetapi justru bisa mempercepat regenerasi kepemimpinan yang lebih garang. Dari sisi Hizbullah, kematian Tabatabai bukan hanya kehilangan operasional, tetapi juga simbolik—ini bisa digunakan untuk memobilisasi dukungan internal dan eksternal.

Studi kasus menunjukkan pola serupa terjadi pada 2021 ketika Israel menewaskan komandan Hizbullah di Suriah. Dalam kasus itu, respons Hizbullah tidak langsung dalam bentuk serangan besar, tetapi melalui peningkatan aktivitas rudal dan drone di sepanjang perbatasan selama tiga bulan berikutnya. Pola ini menunjukkan preferensi strategi balas dendam yang terukur, bukan frontal.

Peristiwa kematian Tabatabai bukan sekadar kehilangan militer, tetapi ujian strategis bagi semua pihak. Israel harus mengukur respons Hizbullah yang mungkin lebih intens, sementara Hizbullah dihadapkan pada pilihan: memicu eskalasi atau memanfaatkan momentum untuk penguatan internal. Di tengah ketegangan yang rawan meledak, satu hal yang pasti—setiap langkah selanjutnya akan menentukan stabilitas keamanan regional. Masa depan tidak ditentukan oleh kekuatan senjata, tetapi oleh ketahanan strategi dan kebijaksanaan dalam mengelola amarah.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan