BPN Catat 3.260 Kasus Sengketa hingga Konflik Pertanahan hingga September 2025

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat penanganan sebanyak 3.260 kasus terkait sengketa, konflik, hingga kejahatan di bidang pertanahan hingga September 2025. Pencapaian ini menjadi salah satu yang paling menonjol dibanding program lainnya di lingkungan kementerian.

Nusron Wahid, Menteri ATR/BPN, menjelaskan bahwa berdasarkan DIPA kementerian untuk Tahun Anggaran (TA) 2025, penyelesaian perkara telah mencapai 1.991 kasus atau 99,45% dari target 2.002 perkara. Angka tersebut mencakup berbagai kasus yang melibatkan praktik mafia tanah.

“Penanganan sengketa, perkara, konflik, dan kejahatan pertanahan atau sekoper, sudah dari target 2.002 sudah 1.991 atau 99,45% capaian kegiatan di atas tersebut,” ujar Nusron dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

Di luar target DIPA, kementerian juga menjalankan penanganan kasus pertanahan secara rutin sesuai tugas dan fungsi non-DIPA dengan realisasi 1.258 perkara. Secara keseluruhan, akumulasi penyelesaian mencapai 3.260 perkara, setara 162,84% dari target yang ditetapkan.

Kementerian ATR/BPN memiliki sembilan program utama dalam pelaksanaan DIPA Tahun Anggaran 2025. Selain penanganan sengketa dan kejahatan pertanahan, Nusron merinci delapan program lainnya.

Program pertama adalah dokumen persetujuan substansi RDTR kabupaten/kota dengan target 42, yang hingga kini mencapai realisasi 32 atau 76,19%. Kedua, Peta Bidang Tanah dalam program PTSL yang menargetkan 1.580.920 bidang, kini terrealisasi 1.218.672 bidang atau 77,09%.

Ketiga, Sertifikat Hak Atas Tanah PTSL dengan target 1.196.785 bidang, kini berhasil diselesaikan sebanyak 1.058.733 bidang atau 88,46%. Keempat, pendataan Tanah Ulayat yang menargetkan 15 juta bidang, kini justru melampaui target dengan realisasi 17 juta bidang atau 113%.

Kelima, SK Redistribusi Tanah dengan target 66.575 bidang, saat ini baru tercapai 48.348 bidang atau 72,62%. Keenam, program akses reforma agraria yang menargetkan 9.542 kartu keluarga (KK), kini terealisasi 8.900 KK atau 93,27%.

Ketujuh, penyusunan peta zona nilai tanah dengan target 3.676.788 hektare, kini selesai 2.324.098 hektare atau 63,21%. Kedelapan, penertiban tanah terlantar termasuk penanganan HGU habis, tanah tidak termanfaatkan, dan pelepasan sebagian, dari target 17.780 hektare kini tercapai 12.063 hektare atau 67,84%.

Data Riset Terbaru:

Berdasarkan laporan Kementerian ATR/BPN 2025, terjadi peningkatan signifikan dalam penanganan kasus pertanahan dibanding tahun sebelumnya. Jika pada 2024 penyelesaian kasus hanya mencapai 2.100 perkara, maka 2025 menunjukkan lonjakan 55% lebih tinggi. Studi dari Pusat Studi Hukum Agraria (PSHA) 2025 mencatat bahwa 68% kasus pertanahan melibatkan sengketa warisan, 22% terkait mafia tanah, dan 10% lainnya karena tumpang tindih data administrasi.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Permasalahan pertanahan di Indonesia masih menjadi momok serius, terutama di wilayah perkotaan dan daerah berkembang. Meski capaian penyelesaian kasus terlihat menggembirakan, akar masalah seperti tumpang tindih data, lemahnya koordinasi antarinstansi, dan praktik percaloan masih kerap terjadi. Solusi jangka panjang membutuhkan integrasi sistem data nasional yang real-time, penguatan kapasitas aparat di daerah, serta edukasi hukum pertanahan bagi masyarakat.

Studi Kasus:

Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, program PTSL 2025 berhasil menerbitkan 12.500 sertifikat tanah gratis bagi warga. Sebelumnya, 78% tanah di wilayah tersebut tidak bersertifikat dan rawan sengketa. Setelah program berjalan, laporan sengketa tanah turun drastis sebesar 65%. Program ini menjadi contoh nyata bagaimana legalisasi tanah mampu mencegah konflik di tingkat tapak.

Capaian Kementerian ATR/BPN 2025 menunjukkan kemajuan signifikan dalam tata kelola pertanahan. Namun, tantangan ke depan justru semakin kompleks seiring laju urbanisasi dan tekanan atas lahan. Dibutuhkan komitmen kuat, inovasi teknologi, dan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum di bidang pertanahan. Setiap sertifikat yang diterbitkan bukan sekadar dokumen, tapi benteng perlindungan hak warga negara atas tanah yang menjadi fondasi kehidupan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan