Usai Desak Gus Yahya Mundur, Rais Aam Kini Pecat Penasihat PBNU Holland Taylor

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Gedung PBNU kembali menjadi sorotan setelah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Miftachul Ahyar, mengeluarkan keputusan mencabut mandat Charles Holland Taylor sebagai penasihat khusus Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, untuk urusan internasional. Keputusan ini diambil lantaran dugaan keterkaitan Holland dengan jaringan yang berpotensi mengganggu posisi politik luar negeri PBNU.

Surat Edaran dengan nomor 4780/PB.23/A.II.10.71/99/11/2025 resmi mencabut tanda tangan dalam Surat Keputusan Penetapan Penasihat Khusus Ketua Umum PBNU untuk Urusan Internasional. Dokumen yang ditandatangani pada 22 November 2025 tersebut mengacu pada hasil Rapat Harian Syuriyah PBNU yang digelar 20 November 2025 di Jakarta. Dalam surat disebutkan bahwa pencabutan ini sesuai dengan ketentuan Bab XVIII Pasal 57, 58, 61, 64, dan 67 Anggaran Rumah Tangga NU.

Ketua PBNU, Umarsyah, membenarkan isi surat edaran tersebut. Ia menegaskan bahwa pencabutan mandat terhadap Holland Taylor sudah bersifat final dan mengimbau seluruh jajaran pengurus NU untuk tetap tenang serta tidak terprovokasi dengan dinamika yang terjadi. Ia juga meminta semua pihak menunggu keputusan resmi dari Syuriah PBNU yang dipimpin langsung oleh Rais Aam KH Miftachul Ahyar.

Sebelumnya, publik juga dikejutkan dengan beredarnya Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU yang memuat permintaan agar Yahya Cholil Staquf mundur dari jabatan Ketua Umum. Rapat yang dihadiri 37 dari 53 pengurus harian syuriah tersebut digelar di Hotel Aston City, Jakarta, dan menyepakati pemberhentian jika Gus Yahya tidak mengundurkan diri dalam waktu tiga hari.

Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul, mengajak seluruh elemen NU untuk tidak terpancing oleh pemberitaan yang menyesatkan. Ia menekankan bahwa dinamika internal pengurus merupakan hal yang wajar dalam sebuah organisasi besar dan harus diselesaikan secara kekeluargaan.

Data Riset Terbaru 2024 dari Lembaga Kajian Strategis Nahdlatul Ulama (Lakstra NU) menunjukkan bahwa 78% warga NU menghendaki penyelesaian konflik internal melalui musyawarah mufakat, bukan melalui pemberitaan media. Studi kasus dari Muktamar ke-34 di Lampung (2021) mencatat bahwa kestabilan organisasi terjaga ketika elite NU memprioritaskan dialog dan menjaga marwah jam’iyyah.

Situasi saat ini menjadi ujian kedewasaan organisasi terbesar di Indonesia ini. Dengan lebih dari 90 juta warga, NU dituntut untuk terus menunjukkan keteladanan dalam menyelesaikan persoalan internal tanpa mengorbankan prinsip kebangsaan dan keulamaan. Momentum ini bisa menjadi sarana pembenahan struktur dan penguatan kredibilitas di pentas internasional. Mari jaga NU dengan semangat ukhuwah, bijak menyikapi perbedaan, dan tetap fokus pada misi luhur membawa rahmatan lil ‘alamin.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan