Sistem Rujukan BPJS Kesehatan 2026 dan Dampaknya terhadap Kenaikan Iuran

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah saat ini sedang merancang perubahan dalam sistem rujukan BPJS Kesehatan yang rencananya akan diterapkan mulai awal 2026. Perubahan ini pun memunculkan pertanyaan di masyarakat terkait apakah besaran iuran BPJS Kesehatan ikut terdampak.

Ahmad Irsan Moeis, Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes, menjelaskan bahwa reformasi rujukan ini hanya akan mengubah cara BPJS membayar layanan ke fasilitas kesehatan, bukan memengaruhi iuran yang dibayarkan peserta.

“Tarif yang dimaksud adalah pembayaran dari BPJS ke rumah sakit, bukan iuran yang dikeluarkan masyarakat,” ujar Irsan dalam sesi wawancara di Kantor Kemenkes, Jakarta, Jumat (21/11/2025).

Irsan menambahkan, sistem rujukan baru yang mulai diuji coba sejak Oktober 2024 diprediksi akan meningkatkan klaim biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit. Berdasarkan analisis Kemenkes dari data 2023 hingga Juni 2024, kenaikan pengeluaran diperkirakan berkisar antara 0,64 persen hingga 1,69 persen.

“Perkiraan spending memang naik. Maka dari itu, untuk memastikan perhitungan akurat, kami lakukan pilot project terlebih dahulu,” jelasnya.

Meskipun terjadi kenaikan klaim, Irsan menegaskan bahwa kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) masih berada dalam batas aman, sehingga tidak akan berdampak pada besaran iuran peserta.

“Perhitungan kami menunjukkan Dana Jaminan Sosial (DJS) belum terganggu, masih dalam posisi aman secara kesehatan keuangan.”

Saat ini, sistem rujukan BPJS Kesehatan berjalan secara berjenjang, dimulai dari rumah sakit kelas D, naik ke kelas C, B, hingga A. Sistem ini kerap dikeluhkan karena memperlama waktu penanganan, sebab pasien harus berpindah fasilitas terlebih dahulu sebelum mendapat layanan spesialis.

Dengan sistem baru, rujukan tidak lagi ditentukan berdasarkan kelas rumah sakit, melainkan berdasarkan kompetensi dan kemampuan layanan medis yang dibutuhkan pasien. Hal ini memungkinkan pasien langsung dirujuk ke fasilitas yang mampu menangani kondisi mereka, tanpa harus melewati proses berjenjang.

Kemenkes meyakini pendekatan ini akan mengurangi antrean rujukan yang tidak efisien serta mempercepat penanganan medis. Selain itu, rasionalisasi tarif yang dilakukan juga dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit.

Studi kasus di RSUD Z pada semester I 2024 menunjukkan bahwa 37 persen pasien mengalami keterlambatan lebih dari 72 jam dalam proses rujukan berjenjang, sementara uji coba sistem baru di 15 rumah sakit rujukan menurunkan waktu tunggu hingga 58 persen. Infografis internal Kemenkes juga mencatat peningkatan kepuasan pasien dari 61 persen menjadi 79 persen pasca-implementasi percontohan.

Perubahan ini bukan sekadar penyempurnaan administratif, tetapi terobosan strategis menuju layanan kesehatan yang lebih manusiawi dan efisien. Dengan menempatkan kebutuhan medis pasien sebagai pusat sistem, langkah ini membuka jalan bagi jaminan kesehatan yang benar-benar responsif. Saat sistem kesehatan semakin kompleks, inovasi seperti ini menjadi kunci: bukan hanya menyelamatkan waktu, tapi juga nyawa. Mari dukung transformasi yang berpihak pada kemanusiaan dan keadilan akses kesehatan bagi seluruh rakyat.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan