Pria Ngaku Anak Anggota Propam demi Hindari Debt Collector, Kini Minta Maaf atas Kebohongannya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Seorang pria bernama MAF, yang sempat viral karena mengklaim sebagai anak dari anggota Propam Polda Metro Jaya serta mengaku meminjam mobil barang bukti, kini menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Ia meminta maaf atas penyebaran informasi palsu yang berdampak buruk terhadap citra institusi Kepolisian Republik Indonesia.

“Saya ingin meminta maaf kepada institusi Polri karena sudah mencemarkan nama baik Polri,” ujar pria tersebut dalam rekaman video yang diperoleh Thecuy.com, Minggu (23/11/2025).

Ia juga secara tegas membantah bahwa dirinya bukan anak dari anggota Propam Polda Metro Jaya. Selain itu, mobil yang ia gunakan juga bukan termasuk kendaraan barang bukti dari kasus hukum manapun.

“Tidak benar orang tua saya berdinas di Propam Polda Metro. Kemudian, kedua terkait kendaraan tersebut tidak benar juga BB (barang bukti) milik Polri,” tegasnya.

Pria ini mengungkapkan bahwa tindakannya dilatarbelakangi oleh tekanan dari penagih hutang atau debt collector. Mobil yang ia gunakan ternyata memiliki status pindah kredit, bukan kendaraan milik penyidik.

“Saya terpaksa melakukan hal tersebut karena saya mendapatkan tekanan dan intimidasi dari debt collector,” ungkapnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, juga telah memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa narasi yang beredar di media sosial tidak benar. Orang tua MAF dipastikan bukan bagian dari satuan Propam Polda Metro Jaya.

“Sudah didalami oleh Propam tentang video tersebut dan tidak benar orang tua yang bersangkutan berdinas di Propam Polda Metro Jaya,” ujar Kombes Budi Hermanto saat dihubungi, Minggu (23/11).

Budi Hermanto juga menegaskan bahwa mobil yang disebut-sebut sebagai barang bukti yang dipinjam ternyata bukanlah milik penyidik. Hasil penelusuran menunjukkan mobil tersebut berstatus pindah kredit.

“Kendaraan dimaksud statusnya pindah kredit, bukan mobil barang bukti dan saat ini masih didalami apa maksud yang bersangkutan menyampaikan hal tersebut,” jelasnya.

Studi kasus ini menggambarkan betapa cepatnya informasi menyebar di era digital, terutama ketika melibatkan isu yang menyentuh institusi negara. Data dari Southeast Asian Cyber Crime Research (2024) mencatat peningkatan 68% kasus hoaks yang melibatkan institusi kepolisian selama 2023-2024. Fenomena ini menunjukkan urgensi literasi digital dan verifikasi informasi sebelum menyebarkan konten.

Dalam konteks psikologi sosial, tekanan sosial dan ekonomi bisa mendorong individu melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kasus MAF menjadi contoh nyata bagaimana tekanan finansial bisa memicu seseorang menciptakan narasi palsu untuk melindungi diri, meski pada akhirnya justru menimbulkan masalah yang lebih besar.

Kejadian ini mengingatkan kita semua akan pentingnya kejujuran, tanggung jawab, dan kehati-hatian dalam menggunakan media sosial. Di tengah arus informasi yang deras, menjaga integritas dan etika berkomunikasi adalah benteng utama melawan penyebaran hoaks. Mari jadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan