Houthi Yaman vonis mati 17 orang diduga mata-mata AS hingga Israel

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sanaa – Sebuah pengadilan di bawah kendali kelompok Houthi di Yaman resmi menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap 17 individu yang dituduh sebagai agen mata-mata untuk Israel, Amerika Serikat, dan Arab Saudi. Menurut kantor berita Saba yang dikelola Houthi, sebagaimana dikutip AFP pada Minggu (23/11/2025), para terdakwa dinyatakan bersalah dalam kasus yang melibatkan sel-sel spionase yang terhubung dengan jaringan intelijen AS, Israel, dan Saudi Arabia.

Hukuman mati dijatuhkan dengan eksekusi regu tembak. Salah satu pengacara yang membela sebagian terdakwa, Abdulbasit Ghazi, menyampaikan melalui unggahan Facebook bahwa pihaknya memiliki hak untuk mengajukan banding atas putusan tersebut. Dakwaan utama yang dibebankan kepada mereka mencakup tuduhan kolaborasi dengan negara-negara asing yang dianggap bermusuhan terhadap Yaman selama periode 2024-2025, khususnya Arab Saudi, Inggris, dan Amerika Serikat, serta melakukan aktivitas pengintaian atas nama Mossad, dinas intelijen Israel.

Selain tuduhan spionase, para terdakwa juga dituduh turut serta dalam upaya provokasi dan perekrutan warga negara yang mengarah pada penargetan sejumlah lokasi strategis, termasuk militer, keamanan, dan area sipil. Aksi tersebut dilaporkan menyebabkan kematian puluhan orang serta kerusakan luas pada infrastruktur vital. Dalam putusan yang sama, satu pria dan satu wanita dihukum penjara selama 10 tahun, sementara satu terdakwa lainnya dinyatakan bebas.

Israel dalam dua tahun terakhir telah beberapa kali melancarkan serangan ke Yaman sebagai respons atas tembakan dan serangan drone yang dilakukan Houthi terhadap wilayahnya. Kelompok pemberontak Houthi menyatakan aksi mereka merupakan bentuk solidaritas dengan warga Palestina di Jalur Gaza. Pasca serangan udara Israel, Houthi memperluas operasi penangkapan terhadap individu yang dicurigai sebagai mata-mata atau agen asing. Intensitas penindakan semakin meningkat setelah insiden penyerangan bulan Agustus yang menewaskan Perdana Menteri Houthi, Ahmed Ghaleb Nasser al-Rahawi.

Studi kasus menunjukkan pola peningkatan represi terhadap dugaan agen asing di wilayah yang sedang mengalami konflik bersenjata. Infografis dari lembaga pemantau konflik Timur Tengah mencatat setidaknya 42 penangkapan terkait dugaan spionase sejak awal 2024, dengan 19 di antaranya berakhir dengan hukuman mati. Data riset terbaru dari Institute for Strategic Studies (2024) mengungkap bahwa kelompok bersenjata non-negara semakin gencar memperkuat aparatur keamanan internal mereka sebagai respons terhadap tekanan militer eksternal, termasuk melalui penggunaan sistem peradilan darurat.

Konflik Yaman yang berkepanjangan terus menciptakan situasi hukum dan HAM yang kompleks. Dibalik vonis pengadilan, terdapat pola pemanfaatan narasi spionase sebagai alat legitimasi politik di tengah tekanan militer. Masyarakat internasional perlu waspada terhadap potensi penyalahgunaan proses peradilan dalam konteks konflik bersenjata. Dukung upaya diplomasi dan perlindungan hak asasi manusia di wilayah rawan konflik. Suara Anda bisa menjadi bagian dari tekanan global untuk keadilan yang sesungguhnya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan