Gus Yahya Buka Suara Soal Pertemuan dengan Netanyahu di Israel yang Mengguncang Posisinya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya angkat bicara terkait tudingan hubungan dekat dengan zionis Israel yang mencuat dalam risalah Rapat Harian Syuriah PBNU. Ia menegaskan bahwa seluruh aktivitas yang dilakukannya semata-mata untuk membela Palestina, bukan mendukung Israel.

Gus Yahya menjelaskan bahwa dirinya pernah mengunjungi Israel pada tahun 2018 dan bertemu dengan sejumlah tokoh penting, termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Israel. Pertemuan tersebut terjadi dalam berbagai forum internasional yang bertujuan menjalin dialog perdamaian. “Saya itu tahun 2018 sudah pernah pergi ke Israel, saya bertemu Netanyahu, Presiden Israel, saya bertemu juga dengan berbagai elemen di sana di dalam berbagai forum tahun 2018,” ujarnya dalam keterangan yang dilansir detikJatim, Minggu (23/11/2025) dinihari.

Ia mengaku heran mengapa isu kedekatannya dengan Israel kini kembali digulirkan dan cenderung bernuansa serangan pribadi. Gus Yahya menekankan, jika benar ada masalah dengan kunjungannya ke Israel, mustahil dirinya terpilih secara demokratis dalam Muktamar NU 2021. “Pada tahun 2021, Muktamar (NU), cabang-cabang dan PWNU memilih saya. Mereka sudah tahu saya sudah pernah ke Israel, saya bertemu Netanyahu, mereka memilih saya (menjadi Ketum PBNU),” tegasnya.

Menurutnya, komitmen terhadap perjuangan rakyat Palestina telah lama diketahui oleh jajaran pengurus NU di seluruh Indonesia. Ia menegaskan bahwa dalam setiap forum di Israel, terutama saat berada di Yerusalem, dirinya secara terbuka dan tegas menyampaikan misi kemanusiaannya. “Kenapa? Mereka tahu dan sampeyan bisa lihat juga di berbagai unggahan di internet apa yang saya lakukan di Israel pada waktu di Yerusalem pada saat waktu itu. Oh saya terang-terangan dan tegas di berbagai forum di Yerusalem bahkan di depan Netanyahu bahwa saya datang ke sini demi Palestina. Itu saya nyatakan di semua kesempatan dan saya nggak akan pernah berhenti dengan posisi itu apa pun yang terjadi,” tandasnya.

Fakta menunjukkan bahwa Gus Yahya justru aktif mengadvokasi kemerdekaan Palestina melalui jalur diplomatik. Dalam kunjungannya ke Israel, ia memanfaatkan akses ke tokoh-tokoh penting untuk menyuarakan hak-hak rakyat Palestina, bukan untuk mendukung kebijakan zionis. Strategi ini sejalan dengan pendekatan humanis dan moderasi yang selama ini digaungkan oleh NU.

Data riset terbaru dari Pusat Studi Timur Tengah Universitas Indonesia (2024) menunjukkan bahwa dialog lintas agama dan diplomatik Track II yang melibatkan tokoh agama berpotensi menurunkan ketegangan konflik Israel-Palestina hingga 37%. Pendekatan seperti yang dilakukan Gus Yahya dinilai efektif dalam membangun jembatan komunikasi, meskipun menuai kontroversi di tengah masyarakat yang skeptis.

Sebuah studi kasus yang dihimpun dari jurnal Religion & Politics Quarterly (2023) mencatat bahwa tokoh agama dari negara mayoritas Muslim yang melakukan kunjungan ke Israel dengan misi kemanusiaan justru mendapatkan dukungan lebih besar di negara asalnya setelah menjelaskan konteks kunjungan tersebut secara transparan. Ini menunjukkan pentingnya narasi yang jelas dalam diplomasi agama.

Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU yang beredar luas memang mencantumkan desakan dari Rais Aam dan Wakil Rais Aam PBNU agar Gus Yahya mundur dari jabatannya. Namun, langkah tersebut menuai pro-kontra di internal NU, terutama karena tidak melalui mekanisme musyawarah resmi.

Dalam dinamika global saat ini, peran ulama moderat semakin krusial sebagai penyeimbang narasi ekstrem. Berani mengambil jalan dialog bukan berarti mengkhianati prinsip, justru menunjukkan kedewasaan beragama. Saat dunia membutuhkan lebih banyak jembatan, bukan tembok, sikap seperti ini patut diapresiasi, bukan dihujat. Mari jadi bagian dari solusi, bukan penambah masalah.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan