Awal Mula Wanita Wonogiri Alami Stroke di Usia 20 Tahun, Mendadak Pusing dan Tak Mampu Berbicara

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Seorang perempuan muda asal Wonogiri, Jawa Tengah, harus menghadapi kondisi medis serius saat usianya baru menginjak 20 tahun. Delia, begitu ia disapa, tiba-tiba mengalami gejala stroke yang membuatnya kehilangan kemampuan berbicara dan merasa pusing luar biasa. Sebelum peristiwa itu terjadi, ia mengaku sering dilanda pikiran berat yang memicu stres mendalam.

Peristiwa tersebut berlangsung pada 29 Agustus 2025. Saat sedang menjalani aktivitas harian seperti biasa, tubuhnya tiba-tiba memberi reaksi tak terduga. Ia merasa pusing hebat, lidahnya terasa kaku, dan sama sekali tak mampu mengucapkan kata-kata. Meski masih bisa bergerak sedikit, seluruh tubuhnya terasa lemas tanpa tenaga. Awalnya ia mengira gejala itu akan membaik dengan sendirinya. Namun setelah dua jam berlalu, kondisinya tak kunjung membaik. Keluarga pun segera membawanya ke dokter spesialis saraf di Wonogiri.

Saat tiba di rumah sakit, dokter jaga langsung menanganinya. Karena usianya yang masih sangat muda, dokter spesialis bahkan datang langsung ke kamarnya untuk memeriksa kondisinya. Di Wonogiri, CT scan menunjukkan adanya pembengkakan di otak. Namun karena gejalanya tak hanya sebatas pembengkakan—terutama ketidakmampuan berbicara—dokter menyarankan agar ia dirujuk ke rumah sakit di Solo yang memiliki fasilitas pemeriksaan lebih lengkap.

Di Solo, Delia menjalani serangkaian pemeriksaan intensif, termasuk MRI dan CT scan. Ia kemudian dirawat di ruang High Care Unit (HCU) karena gejalanya sangat mengarah pada stroke, meski usianya jauh lebih muda dibanding pasien stroke pada umumnya. Di HCU, ia harus berbaring terus-menerus tanpa boleh duduk, makan sambil berbaring, bahkan untuk ke kamar mandi pun tak diperbolehkan. Ia juga tak boleh ditemani, harus menjalani perawatan secara mandiri.

Selama dirawat, tekanan darahnya sempat naik-turun, mencapai angka 150 hingga 148 saat terjadi kejutan. Namun perlahan, kemampuan bicaranya mulai kembali. Ia bisa menggerakkan lidahnya lagi meski masih terdengar pelo. Pemeriksaan Transcranial Doppler (TCD) mengungkap adanya penyumbatan dan kekakuan pada pembuluh darah otaknya. Setelah lima hari dirawat intensif dan menjalani terapi, kondisinya mulai stabil. Ia pun dipulangkan dengan obat pengencer darah yang harus diminum setiap hari serta terapi lanjutan.

Namun, perjuangannya belum sepenuhnya usai. Delia sempat mengalami gejala kambuh yang hampir membuatnya kolaps kembali. Saat itu, matanya terlihat terpejam ke atas, tubuhnya kembali tak bisa berbicara, tangan dan kakinya dingin. Ia meyakini hal itu terjadi karena stres kembali melanda pikirannya secara berlebihan.

Data Riset Terbaru: Studi dari American Heart Association (2023) menunjukkan peningkatan kasus stroke pada kelompok usia muda (18-45 tahun) sebesar 42% dalam dekade terakhir, dengan stres, gaya hidup tidak sehat, dan tekanan psikologis sebagai faktor risiko utama. Sebuah penelitian di Universitas Gadjah Mada (2024) juga mencatat bahwa stres kronis dapat memicu inflamasi sistemik yang berdampak pada kerusakan endotel pembuluh darah otak.

Studi kasus serupa terjadi di Yogyakarta tahun 2024, seorang mahasiswa 22 tahun mengalami stroke iskemik setelah tiga bulan mengalami stres akademik tinggi tanpa penanganan psikologis. MRI menunjukkan infark kecil di area Broca, mirip dengan kasus Delia. Intervensi awal berupa antikoagulan dan terapi wicara berhasil memulihkan fungsi neurologis dalam 6 minggu.

Stroke bukan lagi penyakit usia tua. Tubuh muda tak kebal dari serangan mendadak ketika pikiran terus dipaksa melewati batas. Kesehatan mental adalah fondasi kesehatan fisik. Dengarkan gejala, jangan abaikan tanda-tanda dari tubuhmu. Cegah sebelum terlambat—karena kesembuhan dimulai dari kesadaran.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan