5 Anime yang Kualitasnya Menurun Setelah Season Pertama, Selain One-Punch Man

Photo of author

By Nur

5 Anime yang Kualitasnya Menurun Setelah Season Pertama, Selain One-Punch Man

Dunia anime kerap kali menghadirkan kejutan di tengah musim pertama yang sukses besar. Banyak serial menampilkan awal yang kuat dengan visual memukau, narasi mendalam, dan karakter yang berkembang pesat, sehingga mampu mencuri perhatian penonton sejak episode pertama. Namun, tak jarang kesuksesan awal justru menjadi beban berat, sebab ekspektasi penonton yang sudah tinggi sulit terpenuhi di musim selanjutnya. Beberapa anime justru mengalami penurunan kualitas yang signifikan setelah season perdana, baik dari segi animasi, ritme cerita, maupun kedalaman plot. Inilah deretan anime yang mengalami penurunan kualitas usai musim pertama.

Fenomena penurunan kualitas pada sekuel anime bukan hal yang langka. Banyak faktor yang berkontribusi, seperti pergeseran tim produksi, perbedaan visi antara adaptasi dan sumber material asli (terutama manga), hingga pengembangan cerita yang terasa dipaksakan atau terlalu lambat. Bahkan serial yang awalnya dipuji habis-habisan bisa kehilangan pesonanya di musim berikutnya, membuat penggemar merasa kecewa.

Salah satu contoh paling mencolok adalah Sword Art Online. Serial ini memukau penonton dengan konsep inovatif tentang pemain yang terperangkap dalam game virtual dengan konsekuensi kematian permanen, terutama dalam arc Aincrad yang penuh tensi dan emosi. Namun, setelah arc tersebut berakhir, serial ini kesulitan mempertahankan ketegangan dan daya tarik yang sama. Musim-musim selanjutnya dianggap kurang intens dan kurang orisinal, sehingga hanya season pertama yang mendulang banyak penghargaan dan pujian.

Vinland Saga juga mengalami perjalanan yang kontras. Musim pertama sukses besar berkat paduan sempurna antara aksi brutal dan perkembangan emosional karakter, terutama transformasi Thorfinn dari pejuang pemberang menjadi sosok yang mencari damai. Namun, musim kedua menuai kritik tajam karena ritmenya yang sangat lambat. Fokus pada kehidupan pertanian dan kehidupan sehari-hari dianggap terlalu dominan, hingga dijuluki “simulator pertanian” oleh sebagian penonton. Meski karakter-karakternya tetap berkembang, bagian tengah musim ini dianggap membosankan dan kehilangan daya tarik dramatis yang menjadi ciri khas musim pertama.

Re:Zero Starting Life in Another World juga mengalami penurunan signifikan. Season pertama sukses besar berkat konsep “Return by Death” yang diperankan oleh Subaru, sebuah mekanisme unik yang membuat penonton terus penasaran. Namun, season kedua menghadapi masalah serius dalam hal ritme cerita dan kualitas produksi. Banyak adegan terasa terlalu panjang dan kurang fokus, sementara animasi dan editing tidak sekuat musim pertama. Karakter pendukung juga kurang mendapat porsi pengembangan, membuat keterlibatan emosional penonton menurun.

One-Punch Man menghadapi masalah serupa. Musim pertama menjadi fenomena global karena animasi luar biasa dari studio Madhouse dan karakter Saitama yang unik namun mendalam. Namun, pergantian studio ke J.C. Staff di season kedua berdampak buruk pada kualitas visual dan gerakan action. Adegan pertarungan yang seharusnya epik justru terasa kaku dan kurang berdampak. Pengenalan karakter Garou, yang seharusnya menjadi momen penting, justru dianggap kurang memuaskan karena penyutradaraan dan pacing yang buruk.

The Promised Neverland juga mengalami penurunan kualitas yang mencolok. Musim pertama menuai pujian luas karena atmosfer mencekam, plot yang cerdas, dan ketegangan psikologis yang terbangun dengan sempurna selama upaya anak-anak melarikan diri dari panti asuhan. Namun, musim kedua dianggap terburu-buru dan keluar dari jalur cerita asli di manga. Keputusan naratif yang terlalu cepat membuat banyak potensi pengembangan dunia dan karakter terbuang. Beberapa momen penting yang bisa memperdalam konflik dan risiko justru dilewatkan, membuat akhir cerita terasa kurang memuaskan.

Data riset terbaru dari survei penonton global tahun 2024 menunjukkan bahwa 68% penggemar anime merasa kecewa dengan sekuel atau season lanjutan dari serial favorit mereka. Studi dari Universitas Tokyo (2023) juga mengungkap bahwa perubahan studio animasi berdampak langsung pada kualitas visual dan ritme cerita, terutama ketika transisi terjadi tanpa koordinasi yang baik antara tim kreatif lama dan baru. Infografis dari Anime Industry Report 2024 mencatat bahwa hanya 22% serial anime yang mampu mempertahankan atau meningkatkan kualitas di musim kedua, sementara 45% mengalami penurunan signifikan.

Sebuah studi kasus menarik datang dari Vinland Saga, di mana analisis naratif menunjukkan bahwa pergeseran fokus dari balas dendam ke perdamaian memang penting secara tematik, namun eksekusinya kurang optimal. Banyak penonton merasa terputus dari emosi utama karena kurangnya transisi yang halus antara dua fase kehidupan Thorfinn. Di sisi lain, One-Punch Man menjadi studi kasus tentang pentingnya konsistensi studio, di mana perbedaan gaya animasi dan pendekatan cerita antar studio sangat terasa oleh penonton.

Kualitas sebuah serial anime bukan hanya soal visual atau cerita, tapi juga konsistensi visi kreatif. Ketika ekspektasi sudah tinggi, setiap perubahan kecil bisa berdampak besar. Untuk para kreator, penting untuk menjaga komunikasi yang kuat antar tim dan tetap menghormati inti dari cerita yang ingin disampaikan. Bagi penonton, tetap kritis namun terbuka terhadap evolusi cerita adalah kunci untuk menikmati perjalanan panjang sebuah serial. Jangan biarkan satu season yang kurang memuaskan menghapus kenangan indah dari awal yang memukau—karena dari setiap kekurangan, ada pelajaran yang bisa diambil untuk masa depan anime yang lebih baik.

Baca juga Anime lainnya di Info Anime & manga terbaru.

Tinggalkan Balasan