Penengah Ikhlas Diperlukan untuk Membahas Perselisihan Bupati dan Sekda Tasikmalaya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di Kabupaten Tasikmalaya, terjadi perubahan yang menyentuh lingkungan pemerintahan saat ini. Rapat yang biasanya lancar kini terhambat, proses disposisi menjadi lambat, dan koordinasi antar instansi terasa dingin.

Hal ini bukan disebabkan oleh kebijakan baru atau perubahan struktur organisasi, melainkan karena hubungan yang mulai memudar antara Bupati Tasikmalaya, H. Cecep Nurul Yakin, dan Sekretaris Daerah (Sekda) Tasikmalaya, H. Mohamad Zen. Kedua pejabat ini, yang seharusnya menjadi pusat komando pemerintahan, kini berjalan dengan arahan yang berbeda. Mereka sering hadir dalam acara resmi namun tampak menjaga jarak dan tidak saling berkoordinasi.

Para kepala dinas, yang sebelumnya dapat menerima instruksi dengan mudah, kini harus berusaha memperkirakan mana arahan yang harus diikuti. Dalam kondisi kebingungan ini, tekanan datang dari berbagai pihak, termasuk kepala dinas, DPRD, dan Wakil Bupati, yang dianggap sebagai pihak yang paling ideal untuk menjadi penengah. Tujuannya agar konflik yang masih diam-diam ini tidak semakin dalam dan tidak merugikan masyarakat.

Menurut Nandang Suherman, pemerhati kebijakan publik yang fokus pada Tasikmalaya, koordinasi antara Bupati dan Sekda adalah dasar utama dalam pengelolaan pemerintahan. Bupati bertugas menetapkan arah kebijakan, sedangkan Sekda memastikan seluruh birokrasi berjalan sesuai perintah. Ketika keduanya tidak lagi bersatu, dampaknya langsung terasa. Rapat teknis sering tertunda atau batal, surat-surat penting belum ditandatangani, dan instruksi dari atas menjadi berlayer, sehingga kepala dinas terjebak dalam kebingungan kebijakan.

โ€œDi beberapa OPD, yang saya dengar kini menjadi lelucon yang menyedihkan: Yang penting jangan salah pilih bos,โ€ kata Nandang Suherman kepada Radar. Namun di balik lelucon itu, ada ketidaknyamanan yang lebih mendalam. Kepala dinas merupakan pihak yang paling merasakan dampak langsung dari retak hubungan antara pimpinan.

โ€œMereka harus melaksanakan setiap kebijakan dan menghadapi setiap dinamika lapangan,โ€ tambahnya.

Untuk itu, para kepala dinas harus mengambil peran baru: menjadi jembatan komunikasi. Mereka dapat menyampaikan kenyataan lapangan kepada kedua pimpinan, mendorong kembali rapat koordinasi rutin, dan menjadi โ€œjalur amanโ€ agar arahan tidak berkecamik dan meredam kepanikan di antara ASN di tingkat bawah.

Rumusan terbaru menunjukkan bahwa konflik internal di pemerintahan tidak hanya memberikan dampak pada efisiensi administrasi, tetapi juga pada moral pegawai negeri sipil. Studi kasus serupa di daerah lain menunjukkan bahwa ketidakstabilan kepemimpinan sering mengakibatkan penurunan kinerja instansi. Misalnya, dalam satu tahun terbaru, ada 30% penurunan dalam pelayanan publik di satu kabupaten setelah terjadi perselisihan antara bupati dan sekretaris daerah.

Hal ini mengingatkan bahwa kepemimpinan yang harmonis tidak hanya penting untuk smooth operasional, tetapi juga untuk memastikan kepentingan masyarakat tetap terpenuhi. Ketaatan terhadap prosedur dan komunikasi yang terstruktur adalah kunci untuk mengatasi masalah seperti ini.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan