Pengesahan RKUHAP sebagai undang-undang menandai tahap penting dalam reformasi hukum acara pidana di Indonesia. Namun, alih-alih memicu perbincangan mendalam tentang perkembangan doktrin hukum acara, ruang digital malah dipenuhi dengan aliran informasi yang tidak teratur. Kritik yang berbasis argumen ilmiah sering kali tercampur dengan kekhawatiran yang muncul dari potongan pasal yang tersebar tanpa konteks. Di berbagai media digital, sebuah fragmen teks bisa dengan cepat disajikan sebagai ancaman, sementara penjelasan normatif yang lebih lengkap hilang dalam kebisingan peristiwa sehari-hari.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana ekosistem digital saat ini beroperasi sesuai dengan logika kecepatan komunikasi (VoCo), sebuah konsep baru yang menjelaskan kondisi di mana kecepatan penyebaran informasi melampaui kemampuan masyarakat untuk memverifikasi, menerjemahkan, dan mengevaluasi secara rasional.
Dalam konteks VoCo ini, wacana publik sering kali terbentuk bukan berdasarkan isi kebijakan, tetapi bagaimana kebijakan tersebut disebarkan, direproduksi, dan dipahami secara spontan. Respon terhadap RKUHAP memang menunjukkan hal ini dengan jelas.
Padahal, jika mempelajari isi RKUHAP secara menyeluruh, sejumlah perbaikan normatif yang diajukan pemerintah sebenarnya memperbaiki masalah struktural yang lama ini yang menghambat efektivitas dan keadilan sistem peradilan pidana.
KUHAP yang ditetapkan pada masa transisi politik empat dekade yang lalu memuat banyak masalah konseptual, mulai dari ketidakjelasan batas kewenangan penyidik, pelindungan hak tersangka yang lemah, hingga rumusan norma yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum modern, termasuk prinsip-prinsip peradilan yang adil dan prosedur yang tepat.
RKUHAP menawarkan solusi untuk berbagai masalah ini. Penegasan peran penasihat hukum sejak awal, pengawasan terhadap tindakan paksa, standardisasi penahanan, serta pengaturan ulang tahap praperadilan merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat perlindungan hak prosedural warga negara.
Modernisasi beberapa ketentuan, termasuk penyesuaian dengan perkembangan teknologi dan struktur peradilan, menunjukkan bahwa pemerintah berusaha mengakhiri stagnasi normatif dalam hukum acara pidana Indonesia.
Substansi perbaikan ini seharusnya menjadi pusat perhatian masyarakat. Namun, di tengah lingkungan komunikasi digital yang lebih mengutamakan kecepatan daripada kedalaman, narasi positif justru kalah dari simplifikasi yang sering menyesatkan. Ketika proses pembentukan persepsi tidak diimbangi dengan pemahaman konteks, risiko kesalahpahaman pun menjadi besar.
Seperti contoh, satu pasal yang dirancang untuk memperkuat akuntabilitas bisa diinterpretasikan sebagai ancaman, dan pembaruan yang sebenarnya bertujuan melindungi warga bisa dibingkai sebagai penurunan hak mereka.
Oleh karena itu, tantangan utama setelah pengesahan RKUHAP bukan hanya tentang kritik terhadap pasal demi pasal, tetapi bagaimana negara dan masyarakat bersama-sama membangun ekosistem pengetahuan yang memungkinkan pemahaman hukum berkembang secara rasional. Masyarakat tentu berhak mengajukan kritik, namun kritik tersebut hanya akan bermanfaat jika didasarkan pada informasi yang lengkap dan akurat.
Pemerintah pun harus menyesuaikan strategi komunikasinya karena di era VoCo, akurasi harus berjalan bersama dengan kecepatan. Kebijakan tidak cukup benar, tapi harus dipahami dengan benar oleh masyarakat.
Perdebatan mengenai RKUHAP membuka ruang refleksi bagi semua pihak terkait. Negara, media, akademisi, dan masyarakat digital harus menata ulang cara mereka berinteraksi dalam memahami kebijakan publik.
Reformasi hukum acara pidana bukan hanya soal revisi legislasi, tetapi bagian dari upaya lebih luas untuk meningkatkan kualitas demokrasi prosedural. Dalam konteks ini, pembaruan yang dilakukan pemerintah patut diakami sebagai bagian dari upaya kontinu untuk mereformasi hukum.
Di tengah aliran informasi yang cepat, kualitas demokrasi tergantung pada kemampuan masyarakat untuk membedakan pengetahuan yang valid dari kesalahpahaman. Tanpa ini, diskusi mengenai kebijakan apapun, termasuk RKUHAP, akan terus berada di persimpangan antara kritik yang benar, ketakutan yang berlebihan, dan disinformasi yang tumbuh di ruang kosong pemahaman.
Namun, dengan ruang komunikasi yang lebih sehat dan respon yang lebih kontekstual, reformasi hukum acara pidana yang sedang dilakukan pemerintah dapat diterima masyarakat sebagai langkah maju yang diperlukan untuk memperkuat keadilan prosedural di Indonesia.
Trubus Rahardiansyah. Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti.
Reformasi hukum tidak hanya soal perubahan regulasi, melainkan upaya bersama untuk menuju peradilan yang lebih adil dan transparan. Dengan pemahaman dan kolaborasi yang lebih baik, Indonesia bisa mencapai sistem peradilan yang lebih modern dan layak bagi semua warga.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.