Hukuman Mati Diberikan kepada Bekas Perdana Menteri Bangladesh atas Pelanggaran HAM

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintahan Bangladesh telah mendeklarasikan hukuman eksekusi bagi mantan pemimpin Sheikh Hasina, setelah pemeriksaan hukum yang dihadirkan secara tidak langsung di ibu kota negara tersebut. Hasina dijatuhi tuduhan serius, meliputi pengkhianatan, perintah pembunuhan, dan kegagalan dalam mencegah kekerasan yang berdarah. Hakim Golam Mortuza Mozumder memberitahu putusan akhir dalam sidang yang padat pengunjung di Dhaka, seperti dilaporkan sumber berita AFP pada Senin (17/11/2025).

Proses hukum ini dimulai sejak 1 Juni sebelumnya, dengan banyak saksi yang menjelaskan peran Hasina dalam insiden kekerasan massal. Jaksa penuntut mengemukakan bahwa tujuan Hasina adalah untuk menjaga kekuasaan tak tergantikan bagi dirinya dan keluarganya. Hasina telah melarikan diri ke India sejak sekitar setahun lalu, menolak untuk membalas panggilan pengadilan terkait dakwaan pembunuhan massal terhadap demonstran mahasiswa pada tahun 2024. Menurut PBB, peristiwa tersebut menewaskan sekitar 1.400 jiwa.

Jaksa penuntut, Tajul Islam, meminta hukuman tertinggi untuk Hasina, mengutip bahwa satu kematian seharusnya dihukum mati, dan untuk 1.400 kematian, hukuman itu harus sama. Hasina, berusia 78 tahun, dianggap sebagai pusat dari semua kekerasan yang terjadi selama pemberontakan Juli-Agustus. Dia diadili bersama dua pejabat senior lainnya, termasuk mantan Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan Kamal, yang juga buron, dan mantan Kepala Kepolisian Chowdhury Abdullah Al-Mamun, yang telah ditangkap dan mengaku bersalah.

Bangladesh memiliki rencana untuk mengekstradisi Hasina dari India, menggambarkan langkah itu sebagai kewajiban. Kementerian Luar Negeri Dhaka meminta India untuk tidak memberikan perlindungan kepada Hasina, menganggapnya sebagai tindakan yang tidak bersahabat dan menghina keadilan. Pemimpin sementara Bangladesh, Muhammad Yunus, menyambut baik putusan tersebut, menyebutnya sebagai keputusan bersejarah dan menyerukan ketenangan.

PBB menekankan pentingnya memenuhi standar internasional dalam proses hukum. Meskipun mereka setuju bahwa Hasina harus bertanggung jawab atas tindakannya, mereka menentang hukuman mati dalam semua situasi, terutama ketika persidangan dilakukan secara in absentia. PBB juga menyerukan pemulihan bagi para korban untuk memastikan keadilan dan kemajuan hukum.

Setiap negara harus menghormati hak asasi manusia dan memastikan proses peradilan yang adil, terutama dalam kasus serius seperti ini. Stabilitas dan demokrasi harus menjadi prioritas bagi setiap masyarakat, dengan mengutamakan kepentingan bersama rakyat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan