Kontroversi Hakim Arsul Sani Bicara Soal Ijazahnya di Media

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna, telah memberikan persetujuan kepada Hakim Arsul Sani untuk memberikan tanggapan kepada media terkait tudingan terkait ijazah yang diklaim palsu. Palguna menyatakan bahwa hak ini sesuai dengan Undang-Undang Pers. “Ya, silakan. Sesuai dengan UU Pers,” ujar Palguna saat dihubungi, Minggu (16/11/2025).

Menurut Palguna, Hakim Arsul Sani dapat memberikan keterangan yang terkait dengan masalah perorangan. Ia menegaskan bahwa jika keterangan tersebut tidak melampaui konteks pernyataan yang ada, maka hak jawab tersebut masih merupakan keterangan yang valid. “Itu hak beliau untuk menggunakan hak jawab karena beritanya sudah menyangkut personal beliau. Jadi, sepanjang menyangkut soal berita itu, silakan. Yang dilarang jika beliau berkomentar hal-hal di luar itu,” tambahnya.

Sebelumnya, Hakim MK Arsul Sani menyatakan bahwa ia tidak akan berpolemik terkait tudingan tersebut. Dia hanya menyebutkan bahwa permasalahan itu kini ditangani oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). “Sebagai hakim saya terikat kode etik untuk tidak berpolemik. Kan soal ini juga ditangani MKMK,” tutur Arsul Sani, Sabtu (16/11/2025).

Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi telah melaporkan Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri. Laporan ini berhubungan dengan keabsahan ijazah program doktor Arsul Sani yang diduga palsu. “Kami dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi hari ini mendatangi Bareskrim Mabes Polri dalam rangka untuk melaporkan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi berinisial AS yang diduga memiliki atau menggunakan ijazah palsu,” kata Koordinator Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi, Betran Sulani kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/11/2025).

Menurut Betran, jabatan Hakim MK memerlukan integritas akademik yang tinggi, dan gelar doktor merupakan syarat utama. Oleh karena itu, kebenaran ijazah harus dibuktikan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi. “Maka apabila salah satu hakim yang kemudian memiliki ijazah palsu atau menggunakan ijazah palsu untuk mendapatkan jabatan sebagai hakim MK, maka ini adalah salah satu bentuk ataupun tindakan yang mencederai konstitusi itu sendiri. Jadi, itu yang menjadi alasan kami untuk datang dan mau membuat laporan kepolisian,” ucapnya.

Betran juga mengaku telah menyerahkan beberapa bukti berita untuk mendukung laporannya. Dia menambahkan bahwa universitas tempat Arsul Sani mengambil gelar doktor saat ini sedang diselidiki oleh otoritas antikorupsi Polandia. “Bukti yang kami dapatkan atau yang kami terima, salah satunya itu adalah pemberitaan, pemberitaan terkait dengan penyelidikan salah satu Komisi Pemberantasan Korupsi yang ada di Polandia yang coba untuk melakukan pemeriksaan terkait dengan legalitas kampus, yang mana kampus tersebut itu merupakan kampus yang di mana salah satu hakim berkuliah mendapatkan titel S3 di tahun 2023,” jelas dia.

Sejak pelaporan ini, masyarakat mulai memantau perkembangan kasus ini dengan penuh minat. Kasus ijazah palsu yang melibatkan pejabat tinggi seperti hakim Mahkamah Konstitusi menimbulkan pertanyaan mengenai integritas dan kejelasan dalam sistem peradilan. Hal ini juga mengingatkan pada pentingnya transparansi dalam pendidikan tinggi, terutama bagi para pejabat publik. Tidak hanya mempengaruhi reputasi individu yang terlibat, tetapi juga mengancam kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negeri. Dalam kasus seperti ini, penting bagi semua pihak untuk melakukan investigasi yang adil dan transparan agar keadilan dapat tercapai.

Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana Mahkamah Konstitusi akan merespon tudingan ini dan apakah ada langkah-langkah yang akan diambil untuk memastikan kredibilitas para hakimnya. Kasus ini juga mengingatkan kita bahwa integritas dan kejelasan harus menjadi prioritas dalam setiap institusi pemerintah agar masyarakat tetap percaya pada sistem peradilan. Dalam dunia hukum yang kompleks ini, setiap langkah yang diambil harus dihitung dan dikoordinasikan dengan baik untuk menjaga keadilan dan kredibilitas lembaga.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan