Hakim PN Bandung Menegur Saksi dalam Persidangan Kasus Penambangan yang Berdampak Jutaan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sidang lanjutan untuk terdakwa Endang Abdul Malik, lebih dikenal dengan nama Endang Juta, berlangsung kembali di Pengadilan Negeri Bandung pada hari Rabu (12/11/2025). Dalam sesi ini, pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengajukan empat saksi yang berstatus sebagai anggota Polri, yaitu Ade Supriadi, Putu Eka Cahya, M Teguh, dan Aditya Niskala.

Ruang sidang Wirjono Prodjodikoro, khususnya ruang II, penuh dengan pengunjung. Tidak ada satu kursi pun yang kosong selama proses berlangsung. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Panji Surono, berjalan lancar saat hakim memeriksa identitas para saksi dan isi dakwaan. Para saksi mengkonfirmasi bahwa izin usaha Endang Juta telah habis dan sebagian lahan yang diajukan merupakan milik PT Perhutani.

Namun, ketika sidang memasuki tahap tanya jawab lebih dalam, kebanyakan saksi tidak memahami materi dakwaan. Pertanyaan terkait legalitas perusahaan Endang Juta, kondisi lokasi pertambangan, koordinat lokasi tambang, hingga batas lahan miliknya dengan area Perhutani, sebagian besar dijawab dengan “tidak tahu”. Majelis hakim berulang kali meminta para saksi untuk menjawab dengan jelas, namun jawaban mereka tetap tidak memberikan informasi yang pasti.

Majelis hakim bahkan memberikan waktu tambahan untuk para saksi membuka kembali Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Waktu itu mereka memberikan kesempatan untuk memikirkkan kembali keterangan sebelumnya. Pada satu titik, hakim menanyakan apakah ketidaktahuan mereka disebabkan oleh tekanan, namun para saksi menolak klaim tersebut.

Dalam penutupan sidang, hakim memberikan nasehat tegas kepada para saksi. Mereka mengingatkan bahwa perkara ini menjadi sorotan publik dan media, serta akan menjadi acuan dalam putusan. Hakim mendesak para saksi untuk lebih hati-hati dengan keterangan mereka. Jika saksi tidak tahu detail laporan yang mereka buat, ini bisa memengaruhi keputusan pengadilan dan menimbulkan kesan negatif pada masyarakat.

“Kalau saudara pelapor tidak tahu apa-apa, wartawan akan mencatat ini. Jika (terdakwa, red) dibebaskan, siapa yang akan dihujat? Pengadilan. Padahal fakta di sidang seperti ini. Saudara (pelapor/saksi) tidak mengetahui apa-apa. Itulah yang kami khawatirkan. Masyarakat hanya akan mengatakan bahwa terdakwa dibebaskan, tanpa mengetahui bagaimana keterangan saksi. Itulah yang kami khawatirkan. Jadi, saudara harus mengetahui apa yang dilaporkan. Tadi ditanya tentang koordinat, luas lahan, apakah ada longsor, dampak lingkungan, tetapi tidak tahu.” demikian ungkapan hakim.

Terbaru, kasus-kasus lingkungan menjadi semakin rumit, dengan banyak pihak yang tidak memahami betul peraturan yang berlaku. Hal ini memerlukan perhatian dan pengawasan yang lebih ketat dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, untuk memastikan hukum berlaku dengan adil dan transparan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan