DPR Siap Mendiskusikan Aduan Investasi Bodong dengan OJK

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi XI DPR siap memproses pengaduan dari para korban skema investasi bodong yang terlibat dalam PT Fikasa Group. Para korban berharap agar dapat meraih kembali uang yang telah mereka investasikan.

Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR RI, mengungkapkan bahwa pihaknya telah merencanakan rapat bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membahas keluhan yang disampaikan selama rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan korban investasi Fikasa Group.

“Kami telah mendengarkan semua isu yang disampaikan, dan akan segera tindak lanjuti. Langkah selanjutnya adalah rapat dengan OJK untuk memproses pengaduan ini,” kata Misbakhun, saat berada di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

Misbakhun juga menekankan bahwa aspirasi korban investasi bodong menjadi perhatian utama DPR sebagai wakil rakyat. Keluhan yang diterima akan menjadi masukan dalam diskusi bersama mitra Komisi XI.

“Jika masalah ini memiliki sifat kasuistik yang sudah diputuskan beberapa tahun lalu, namun sengketa hukumnya masih belum selesai, dan proses pengembalian dana justru menjadi sengketa baru. Kita akan meminta OJK untuk memberikan keterangan tentang situasi ini,” jelasnya.

Ia juga menggarisbawahi bahwa DPR tidak bisa campur tangan dalam proses hukum. Tugas mereka hanyalah menyampaikan aspirasi korban ke OJK, yang kemudian akan memproses perlindungan konsumen.

“Kita bisa hanya menyampaikan ke OJK, terutama tentang langkah-langkah yang akan diambil. Karena dalam UU, OJK bertanggung jawab untuk mengawasi dan melindungi konsumen sampai tingkat apa pun,” tambah Misbakhun.

Sebelumnya, Saiful Anam, kuasa hukum korban, menjelaskan bahwa para korban dijanjikan keuntungan antara 10% hingga 15% untuk berinvestasi di tiga entitas Fikasa Group, yakni PT Wahana Bersama Nusantara (WBN), PT Tiara Global Propertindo (TGP), dan Koperasi Simpan Pinjam Alto (Kospina).

“Perusahaan tersebut dioperasikan oleh Agung Salim, Bhakti Salim, Elly Salim, Dewi Salim, dan Christina Salim. Mereka menawarkan keuntungan 10%-15% per tahun dan mencantumkan diri sebagai manajemen utama Fikasa Group,” ujar Saiful selama Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi XI DPR di Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Ternyata, perusahaan tersebut tidak memiliki izin dari OJK, Bank Indonesia, maupun Bappebti. Sejak itu, korban telah mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kembali investasi mereka, termasuk melalui upaya hukum ke kepolisian dan pengaduan hukum.

Pada tahun 2020, perusahaan menggunakan skema kepailitan, yang menurut Saiful dimaksudkan untuk menunda waktu. Padahal, homologasi kepailitan itu tidak pernah dilaksanakan. Ia menilai upaya tersebut sebagai strategi untuk menghindari kewajiban mereka.

Melalui casanya, terlihat bahwa korban investasi bodong seringkali harus berjuang panjang untuk mendapatkan kebenaran. Meskipun proses hukum dapat memakan waktu lama, penting bagi korban untuk terus berjuang. DPR dan OJK memiliki peran penting dalam melindungi konsumen, sehingga kasus seperti ini dapat segera diselesaikan. Para korban harus tetap berharap dan mengikuti perkembangan kasus dengan teliti.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan