Wamen Investasi Memboyong Investasi Toyota Berbagi Jepang untuk Bioethanol di Indonesia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, selama kunjungan kerja ke Jepang, bertemu dengan Masahiko Maeda, CEO of Asia Region Toyota Motor Corporation, untuk membahas potensi investasi Toyota dalam pengembangan ekosistem bioethanol di Indonesia. Todotua juga mengunjungi fasilitas riset di Fukushima milik RABIT, asosiasi riset yang didominasi oleh Toyota, untuk mengetahui lebih jauh tentang teknologi bahan bakar alternatif.

Dalam pertemuan tersebut, Todotua menyampaikan appresiasi kepada Toyota atas dukungan mereka dalam mendukung program Pemerintah related to energy security dan transisi energi hijau. Dia menjelaskan bahwa Indonesia tengah menaikkan target blending bioethanol dalam bensin menjadi 10% (E10) mulai 2027, sehingga ada potensi besar untuk kerjasama dengan Toyota dalam membangun industri bioethanol lokal.

Kebutuhan bahan bakar di Indonesia mencapai lebih dari 40 juta kiloliter per tahun, dan dengan kebijakan E10, negara ini akan membutuhkan sekitar 4 juta kiloliter bioethanol pada 2027. Todotua menekankan pentingnya memulai persiapan pembangunan pabrik pendukung segera, karena Toyota sudah memiliki pengalaman dalam mengembangkan mobil berbahan bakar bioethanol di berbagai negara.

Beberapa negara telah menerapkan kebijakan serupa, seperti Brazil yang sedang mengkaji E100 (bahan bakar 100% bioetanol), serta Amerika Serikat, Tiongkok, India, Perancis, Thailand, dan Filipina yang sudah menerapkan E10 hingga E20. Toyota telah mengembangkan teknologi mesin kendaraan yang efisien dengan bahan bakar E20, bahkan telah diuji dalam mobil balap Super Formula.

Maeda dari Toyota menyatakan bahwa teknologi mesin E20 dan hybrid EV sangat sesuai untuk industri mobilitas saat ini. Todotua juga mengungkapkan dukungan Pemerintah terhadap rencana investasi Toyota di Indonesia, yang akan dibahas lebih lanjut dalam COP 30 di Brazil, terkait aksi nyata terhadap perubahan iklim melalui transisi energi dan transportasi.

Toyota, melalui kolaborasi riset di Jepang dengan RABIT, sedang mengembangkan bioethanol generasi kedua dari biomassa nonpangan, seperti limbah pertanian dan tanaman sorgum. Ini sangat relevan dengan potensi agrikultur Indonesia, yang memiliki lahan pertanian luas dan kondisi agroklimat yang cocok untuk budidaya berkelanjutan.

Todotua juga menjelaskan bahwa teknologi pabrik bioethanol generasi kedua dapat memanfaatkan berbagai macam limbah pertanian, seperti sorgum, tebu, padi, singkong, kelapa sawit, dan aren, sehingga cocok dengan kondisi Indonesia. Berdasarkan rencana Kementerian Investasi dan Hilirisasi, beberapa wilayah seperti Lampung telah dipersiapkan sebagai sentra industri bioethanol, dengan dukungan bahan baku dari tebu, singkong, dan sorgum. Investasi ini tidak hanya memperkuat rantai pasok energi bersih, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan petani lokal.

Todotua juga mengungkapkan rencana kolaborasi dengan Pertamina NRE di Lampung, dengan bahan baku yang berasal dari perusahaan, petani, dan koperasi setempat, serta integrasi dengan fasilitas energi geothermal dan hidrogen milik Pertamina. Toyota, melalui PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), juga menyatakan minat untuk berinvestasi dalam industri bioethanol di Indonesia, sebagai bagian dari strategi global untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan flex-fuel berbasis bioetanol dan mendukung kebijakan Pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil.

Kolaborasi ini dianggap penting dalam pengembangan biofuel generasi berikutnya, dengan Indonesia yang memiliki keunggulan sumber daya alam dan lahan pertanian luas, sementara Jepang memiliki teknologi maju. Kombinasi keduanya diharapkan dapat meningkatkan ketahanan energi dan ekonomi hijau. Setelah kunjungan ke Tokyo, Toyota dan Pertamina akan melakukan joint study dan site visit ke Lampung, dengan target membentuk perusahaan patungan (JV) pada awal 2026. Rencana pengembangan fasilitas dengan kapasitas produksi 60.000 kiloliter per tahun dan nilai investasi sekitar Rp2,5 triliun diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga membuka peluang ekspor ke negara lain.

Kemitraan ekonomi antara Indonesia dan Jepang terussolid. Jepang memiliki keunggulan dalam modal, teknologi maju, dan keahlian industri, sementara Indonesia menawarkan sumber daya alam melimpah dan tenaga kerja muda. Hubungan ini tercermin dari perdagangan dan investasi yang kuat, dengan Jepang menjadi mitra dagang terbesar ketiga Indonesia, dengan nilai perdagangan mencapai 35,7 miliar dolar AS pada 2024. Dari sisi investasi, Jepang menempati peringkat keempat sebagai negara asal PMA terbesar di Indonesia, dengan nilai investasi mencapai USD 18,89 miliar dalam lima tahun terakhir dan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 12,4 persen.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat produksi bioethanol global dengan dukungan teknologi Jepang. Investasi ini tidak hanya mendorong swasembada energi, tetapi juga ekonomi bersih dan kesejahteraan masyarakat. Semua elemen telah siap, saatnya tindakan nyata untuk memanfaatkan kesempatan ini.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan