Rotasi kepemimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tasikmalaya memicu kontroversi

Gelombang perombakan pejabat dalam Pemerintah Kota Tasikmalaya kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Di balik perayaan pelantikan yang meriah, muncul keraguan tentang seberapa jelas informasi yang disampaikan dan peran DPRD dalam mengawasi proses tersebut.

Acara pelantikan yang diselenggarakan beberapa hari lalu melibatkan banyak pejabat dengan perubahan posisi dan promosi. Namun, ada yang merasa keputusan ini datang tanpa pemaparan yang transparan, bahkan terdengar tak terduga.

Seorang pegawai negeri yang tidak ingin disebut nama mengungkapkan, “Kami tak pernah diinformasikan tentang adanya seleksi kompetensi yang terbuka. Purnama-nama pejabat baru sudah tampak dalam surat keputusan tanpa tahap seleksi yang jelas.”

Wajah-wajah senyum dan pakaian resmi pejabat di media sosial menggambarkan kesuksesan, namun di belakang layar, ada ketidakpuasan di kalangan birokrat yang tak terpilih. Beberapa sumber internal mengaku, perubahan jabatan ini terjadi dengan cepat dan tanpa diskusi yag memadai dari pihak yang bertanggung jawab.

Satu pejabat menengah yang baru saja dipindahkan menjelaskan, “Terkadang terlihat persiapan sudah ada sejak lama, namun hanya untuk kalangan tertentu saja.”

Menurut peraturan, perubahan posisi dan promosi pejabat harus melalui proses seleksi yang adil berdasarkan kemampuan. Sayangnya, praktik di Kota Tasikmalaya sering kali tidak mengikuti aturan ini.

Beberapa pejabat yang mendapat kenaikan jabatan memiliki catatan kinerja yang belum memuaskan, sedangkan yang lain dengan prestasi akademik dan pengalaman internasional justru tidak terpilih. Hal ini menguatkan keyakinan bahwa kinerja bukanlah faktor utama dalam pengambilan keputusan.

Asep M. Tamam, pengamat kebijakan publik Tasikmalaya, mengungkapkan keprihatinannya, “Jika merit system hanya sekadar omong kosong, birokrasi akan kembali ke sistem patronase. Orang-orang dekat dengan kekuasaan selalu memiliki keuntungan.”

Sementara itu, DPRD yang berperan sebagai pengawas tampak tidak aktif. Hanya sebagian anggota dewan yang memberikan kritikan terbuka, sebagian besar memilih untuk diam.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa transparansi dalam proses seleksi pejabat terus menjadi isu yang membakar di berbagai kota di Indonesia. Menurut survei oleh Lembaga Survei Indonesia 2025, 78% responden menginginkan mekanisme seleksi pejabat yang lebih terbuka dan adil. Kasus di Tasikmalaya merupakan contoh nyata tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip merit system.

Studi kasus serupa dapat dilihat di Kota Bandung pada 2024, di mana sistem seleksi yang transparan berhasil meningkatkan produktivitas birokrasi. Dengan adanya pemantauan independen dan pematuhan terhadap aturan, pengalaman Bandung bisa menjadi pelajaran bagi Tasikmalaya.

Untuk mengatasi isu ini, pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam proses seleksi pejabat, serta memastikan DPRD berperan aktif dalam pengawasan. Masyarakat pun harus terus berperan aktif dalam mendorong kemajuan demokratis.

Pemerintahan yang efektif dan transparan tidak hanya bergantung pada pejabat yang terpilih, melainkan juga pada proses yang adil dan terbuka. Mari kita terus memantau dan mendorong perbaikan dalam sistem birokrasi, demi masa depan yang lebih baik bagi Kota Tasikmalaya.

Baca juga Berita lainnya di News Page