Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengamankan Program Penjaminan Polis (PPP) sebagai alat untuk melindungi konsumen asuransi dan menjaga ketahanan sistem keuangan. Program ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Korea Selatan, Kanada, Inggris, dan Malaysia.
Menurut Ferdinan D. Purba, anggota Dewan Komisioner LPS bidang PPP, program ini telah berhasil meningkatkan kepercayaan masyarakat, mempercepat penanganan asuransi yang gagal, serta memperkuat stabilitas industri asuransi. “Negara-negara tersebut berhasil menguatkan manajemen risiko, transparansi, dan tata kelola industri,” kata dia dalam keterangan tertulis.
PPP memiliki peran penting dalam rangka kerangka pemulihan dan resolusi komprehensif untuk menghadapi situasi terburuk dari kegagalan perusahaan asuransi. Selain itu, program ini juga berfungsi sebagai jaring pengamanan keuangan nasional untuk memastikan proses resolusi perusahaan asuransi dapat dilakukan dengan baik.
LPS memiliki peran penting melalui program penjaminan ini. Selain melindungi konsumen asuransi, LPS juga bertugas untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, yang otomatis mendorong peningkatan dana pihak ketiga (DPK). “Dana pihak ketiga rata-rata tumbuh lebih tinggi setelah LPS beroperasi, dari 7,7% menjadi 15,3%,” jelasnya.
Contohnya, di Malaysia, aktivasi PPP asuransi berhasil meningkatkan pendapatan premi asuransi. Pertumbuhan rata-rata pendapatan premi naik dari 5,5% menjadi 9,7% setelah penjaminan polis diaktifkan.
Ferdinan menjelaskan bahwa LPS saat ini sedang mengintensifkan pelaksanaan PPP yang diharapkan dapat diaktivasi sebelum tahun 2028. LPS tengah merumuskan kebijakan pelaksanaan PPP dan kebijakan resolusi perusahaan asuransi dan asuransi syariah. “Jika prasyarat terpenuhi sesuai target waktu, perusahaan asuransi jiwa dan umum perlu mulai mendaftarkan diri di PPP pada triwulan III tahun 2026. Koordinasi erat antara LPS dan OJK, terutama dalam pertukaran data asuransi, menjadi kunci sukses implementasi PPP,” kata dia.
LPS menargetkan pertukaran data asuransi melalui Sarana Pertukaran Informasi Terintegrasi (SAPIT) antara kedua lembaga dapat beroperasi pada tahun ini. Desain PPP di Indonesia yang sedang dirancang LPS saat ini mengikuti best practices dan prinsip dasar internasional.
LPS juga menyambut baik proses perubahan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang sedang berlangsung, dan menilai sebagai kesempatan untuk memperkuat desain PPP. LPS juga menerima mandat sebagai Risk Minimizer, yang meningkatkan efektivitas fungsi penjaminan dan resolusi perlindungan pemegang polis serta menjaga stabilitas sektor keuangan dan asuransi.
Cakupan dan nilai maksimum penjaminan PPP perlu dibatasi untuk meminimalisir biaya penanganan perusahaan asuransi, kebutuhan pendanaan, dan mencegah moral hazard. LPS saat ini mengkaji produk atau lini usaha yang akan dijamin dalam PPP, dengan pertimbangan karakteristik produk, loss ratio, dan market share.
Untuk iuran, mayoritas otoritas penjamin polis menerapkan sistem premi tetap atau flat. Namun, LPS sedang mempertimbangkan opsi penerapan sistem premi berbasis risiko atau premi diferensial dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan memberi insentif bagi perusahaan asuransi yang menerapkan manajemen risiko yang baik dan bijak.
Salah satu elemen kunci dalam penyelenggaraan PPP yang kredibel adalah ketersediaan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan peserta. Data polis ini didefinisikan sebagai informasi lengkap yang mencakup detail pemegang polis, tertanggung, cadangan, nilai klaim, serta manfaat yang dijamin oleh LPS sesuai ketentuan PPP.
UU P2SK mewajibkan perusahaan asuransi untuk menyampaikan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan/atau peserta kepada LPS. Data ini akan menjadi dasar bagi LPS dalam menentukan polis yang layak mendapatkan penjaminan.
Pada 18 Oktober 2025, LPS melaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama dalam Penyelenggaraan Program Penjaminan Polis antara LPS dan berbagai asosiasi asuransi di Indonesia. Kerja sama ini mencakup penyediaan tenaga ahli, edukasi, sosialisasi, publikasi, pendidikan, pelatihan, serta riset terkait industri asuransi.
“Dengan dukungan ini, dampak positif PPP yang terjadi di berbagai negara, seperti peningkatan kepercayaan publik dan pendapatan premi, dapat terwujud di Indonesia through LPS,” kata dia.
Dengan adanya PPP, stabilitas industri asuransi menjadi lebih terjamin, dan konsumen dapat merasa lebih percaya dengan sistem perbankan. Program ini tidak hanya melindungi kepentingan pemegang polis, tetapi juga mendorong pertumbuhan sektor asuransi secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan ketahanan dan transparansi sistem keuangan, yang akhirnya akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.