Pembina Abadi: Penggerak Segala Urusan di Kota Tasikmalaya

Dalam dunia birokrasi, kursi jabatan sering mengalami pergantian, namun ada satu tokoh yang tetap menempati berbagai posisi tanpa pernah benar-benar turun. Orang tersebut kini terkenal dengan sebutan “Kadis Abadi nan Jaya”, seorang pejabat yang selalu muncul di berbagai dinas, bahkan ketika terjadi rotasi atau kekosongan akibat pensiun atau nonjob.

Setiap surat keputusan yang dikeluarkan selalu mencantumkan nama yang sama sebagai Pelaksana Tugas Kepala Dinas. Hari ini di Dinas A, besok di Dinas B, dan terkadang bahkan memegang dua jabatan sekaligus. Yang menarik, tidak ada protes yang muncul, seolah semuanya sudah menjadi norma.

Birokrasi di tempat ini berjalan seperti pertunjukan sirkus yang terus menampilkan aktor yang sama dalam peran yang berbeda. Padahal, di bawahnya ada banyak pejabat yang lebih muda, lebih segar, dan bahkan lebih berprestasi, tetapi mereka tak pernah mendapat kesempatan.

“Dia memang orang kepercayaan, entah kepercayaan siapa,” ujar beberapa rekan sejawat dengan suara pelan, seakan takut diketahui. Namun, apakah kepercayaan itu benar-benar berdasar kaderisasi atau hanya kedekatan?

Wajahnya selalu hadir di setiap pelantikan, senyum tetap sama, namun sorotan mata orang di sekitarnya mulai berubah—antara kagum dan letih. Kekuasaan administratifnya telah menjadikannya poros pusat, dimana setiap disposisi dan mutasi seakan berawal dan berakhir di meja kerjanya.

Di luar gedung, publik mulai bertanya apakah jabatan bisa diwariskan pada diri sendiri melalui bentuk Pelaksana Tugas yang tak pernah berakhir. Di dalamnya, pertanyaan itu juga menggelora—mengguncang nurani pejabat yang mulai kehilangan harapan untuk naik pangkat.

Sampai kapan nama yang sama terus menjadi solusi atas setiap kekosongan? Dan apakah ada kepala daerah yang berani memutus rantai ini, supaya roda birokrasi benar-benar berputar dengan adil?

Menurut studi terkini, fenomena like ini tidak hanya terjadi di satu instansi. Data menunjukkan bahwa praktik pelantikan berulang yang tidak transparan dapat mengakibatkan stagnasi dalam perkembangan karier pejabat lainnya. Keberadaan seorang pejabat yang terus-menerus menjabat sebagai pelaksana tugas tanpa adanya proses seleksi yang jelas, bisa menurunkan motivasi tim dan mengganggu dinamika organisasi.

Sedangkan analisis lain menunjukkan bahwa kestabilan instansi tidak selalu bergantung pada satu individu. Sejalan dengan perkembangan zaman, penerapan sistem kaderisasi yang transparan dan meritokratis harus menjadi prioritas. Hal ini tidak hanya untuk menjamin keadilan, tetapi juga untuk memastikan bahwa sumber daya manusia instansi dapat berkembang dengan optimal.

Seorang pejabat senior yang ingin tetap anonym mengungkapkan, “Sistem seperti ini akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan pada satu orang, padahal birokrasi seharusnya berjalan dengan prinsip kolaborasi dan rotasi yang adil.” Ia juga menambahkan bahwa adanya putusan tegas dari atasan yang lebih tinggi diperlukan untuk memata-matai dan mengatasi masalah ini.

Penting untuk dicermati, bagi organisasi yang ingin tetap maju, harapan paling besar terletak pada regenerasi dan keterbukaan. Ketika roda birokrasi berputar dengan adil, bukan hanya satu individu yang memimpin, tetapi seluruh tim yang berkembang dan berkontribusi.

Baca juga Berita lainnya di News Page