Implementasi Tata Kelola Energi sebagai Pilar Ketahanan Energi Nasional

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Indonesia sedang berupaya untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 43,2% pada tahun 2030. Upaya ini melibatkan kebijakan transisi energi yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sambil secara bertahap mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Prof Ir Tumiran, PhD, dosen dari Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik UGM, memaparkan pentingnya siap sedia Indonesia dalam menghadapi transisi energi. Pemerintah telah menetapkan target 23% EBT dalam kebijakan nasional, namun tantangan utama terletak pada sektor industri dan kemampuan masyarakat untuk menanggung biaya energi terbarukan tersebut.

Menurut Tumiran, transisi energi tidak hanya berfokus pada pengurangan impor BBM dan LPG, tetapi juga untuk mencapai swasembada energi nasional yang dapat memperkuat ketahanan energi. Indonesia memiliki potensi energi matahari, angin, dan geotermal yang besar, tetapi diperlukan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung untuk mengembangkan industri energi terbarukan.

Transisi energi yang efektif memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan akademisi, untuk menciptakan pasar energi terbarukan yang berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. PT Pertamina (Persero) dinilai menerapkan tata kelola yang baik, termasuk dalam hal distribusi BBM ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil. Peran Pertamina dalam menjaga ketahanan energi nasional sangat penting, dari eksplorasi hulu hingga distribusi.

Pertamina juga aktif dalam transisi energi dengan mengembangkan kilang yang mampu memproses minyak sawit menjadi biodiesel, serta berinvestasi dalam energi geotermal dan SAF. Selain itu, perusahaan ini juga berperan besar dalam perekonomian nasional dengan menyerap sekitar 45 ribu tenaga kerja.

Direktur Center for Energy Policy, Muhammad Kholid Syeirazi, menegaskan bahwa Pertamina selalu berupaya menjaga stabilitas pasokan BBM, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Dengan infrastruktur yang memadai, Pertamina menjadi satu-satunya pemain yang mampu menjalankan peran tersebut, termasuk program BBM satu harga.

Dengan sinergi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat, transisi energi dapat diwujudkan tanpa mengorbankan stabilitas pasokan atau pertumbuhan ekonomi. Jika tata kelola terus diperbaiki dan investasi pada energi terbarukan dipercepat, Indonesia tidak hanya mampu mencapai swasembada energi, tetapi juga memperkuat ketahanan nasional di tengah dinamika geopolitik dan perubahan iklim global yang terus berubah.

Indonesia memiliki kesempatan emas untuk menjadi pemimpin dalam transisi energi global. Dengan potensi energi terbarukan yang luas dan komitmen dari pihak-pihak terkait, negara ini dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam mencapai kedaulatan energi dan pengurangan emisi GRK. Perubahan iklim bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang untuk mengembangkan ekonomi hijau yang berkelanjutan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan