Banir Tinggi di Petogogan Jaksel Dikaitkan dengan Kerusakan Tanggul Kali Krukut

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di Jakarta Selatan, khususnya di Kelurahan Petogogan, Kebayoran Baru, wilayahnya terkena dampak banjir yang menggenangi beberapa daerah. Warga melaporkan bahwa air banjir mencapai ketinggian leher orang dewasa.

“Air banjir di Jalan Wijaya 1 Gang Langgar tiba-tiba mencapai setinggi leher. Di Jalan Nipah tingkatnya lebih rendah,” ujar Fadli, salah satu warga, pada Kamis (30/10/2025).

Bencana ini muncul setelah hujan lebat menimpa Jakarta pada sore hari. Fadli juga berbagi video penuh dengan adegan air yang deras melalui akun Instagram-nya dengan handle @fadliinzaghi. Dalam rekaman itu, terlihat aliran air yang kuat dan Fadli menyebutkan bahwa penyebabnya adalah kerusakan tanggul Kali Krukut.

“Benar, tanggulnya peledak. Air dari kali keluar dan merendam Jalan Puloraya serta Wijaya, karena keduanya berada di daerah turunan,” jelasnya. Fadli juga mengangkat isu tentang pompa penyedot air yang diaktifkan, tetapi dampaknya terbatas karena volume air yang terlalu besar.

“Pompa yang kecil dan terhubung ke sungai juga tidak berfungsi dengan baik,” tambahnya.

Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta, di Petogogan jumlah RT yang terendam banjir mencapai 26 wilayah. Pada pukul 20.00 WIB, total 54 RT di seluruh Jakarta mengalami banjir.

“Ibaratnya, kami mencatat 54 RT saat ini masih tergenang,” ujar Kapusdatin BPBD DKI Jakarta, Mohammad Yohan, dalam pernyataan Kamis (30/10/2025).

Yohan mengungkapkan bahwa banjir disebabkan oleh hujan deras, serta luapan dari Kali Krukut dan Mampang. Wilayah yang paling parah adalah Cipete Utara, Jakarta Selatan, dengan 3 RT terendam dan ketinggian air mencapai 160 cm.


Banjir di Jakarta Selatan menunjukkan betapa pentingnya sistem pengendalian banjir yang efektif. Data menunjukkan bahwa kerusakan infrastruktur seperti tanggul memainkan peran besar dalam mengurangi risiko banjir. Menurut studi terkini, daerah perkotaan di Indonesia rentan terhadap banjir karena faktor urbanisasi yang tinggi dan sistem saluran yang tidak memadai. Hingga tahun 2025, pemerintah telah meningkatkan investasi dalam pembangunan tanggul dan sistem pompa, tetapi masih banyak tantangan yang perlu diatasi.

Studi kasus di Jakarta Selatan menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam menangani banjir. Warga setempat perlu diajari tentang tanggung jawab dalam memantau kondisi tanggul dan melaporkan kerusakan secara dini. Dengan demikian, respon yang lebih cepat dapat diharapkan untuk mengurangi dampak banjir.

Banjir bukan hanya masalah infrastruktur, tetapi juga perubahan iklim yang semakin ekstrim. Curah hujan yang meningkat dan pola cuaca yang tidak menentu memaksakan adanya strategi adaptasi yang lebih baik. Konsep “green infrastructure” seperti penanaman pohon dan pembangunan tanggul hijau dapat menjadi solusi alternatif yang berkelanjutan.

Kesimpulan:

Banjir di Jakarta Selatan adalah tanda bahwa ketiga pihak—pemerintah, komunitas, dan individu—harus beraksi bersama untuk mengatasi ancaman banjir. Investasi dalam infrastruktur yang lebih baik, kesadaran masyarakat, dan adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kunci untuk memastikan kota-kota kita lebih siap menghadapi bencana alam. Mari kita bermitra untuk membangun masa depan yang lebih aman dan tangguh.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan