Tuntutan Hakim Terhadap Terdakwa Kasus Suap Lepas Migor Mengalami Persoalan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di Jakarta, jaksa telah membacakan tuntutan hukum terhadap lima orang yang terlibat dalam kasus suap vonis lepas terkait ekspor minyak goreng. Para terdakwa diharapkan untuk menerima hukuman penjara yang berkisar antara 12 hingga 15 tahun.

Sidang tuntutan ini diadakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu, 29 Oktober 2025. Para terdakwa meliputi mantan Ketua PN Jakarta Selatan dan mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, M Arif Nuryanta, tiga hakim pengadil perkara migor yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Jaksa mengemukakan bahwa tindakan para terdakwa telah merusak kepercayaan masyarakat, khususnya terhadap institusi peradilan. Selain itu, para terdakwa juga dinilai tidak mendukung upaya penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam tuntutan ini, jaksa juga menjelaskan faktor-faktor yang dianggap meringankan tuduhan.

Untuk Arif, satu-satunya faktor meringankan adalah bahwa ia belum pernah dihukum sebelumnya. Sementara untuk Djuyamto, Agam, Ali, dan Wahyu, faktor meringankan meliputi belum pernah dihukum, mengakui kejahatan yang dilakukan, dan berkooperasi dengan penyelidik.

Berikut rincian tuntutan hukum yang diajukan jaksa:

  1. M Arif Nuryanta dituntut dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 6 bulan kurungan), serta uang pengganti Rp 15,7 miliar (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 6 tahun kurungan).
  2. Djuyamto dituntut dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 6 bulan kurungan), serta uang pengganti Rp 9,5 miliar (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 5 tahun kurungan).
  3. Agam Syarief Baharudin dituntut dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 6 bulan kurungan), serta uang pengganti Rp 6,2 miliar (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 5 tahun kurungan).
  4. Ali Muhtarom dituntut dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 6 bulan kurungan), serta uang pengganti Rp 6,2 miliar (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 5 tahun kurungan).
  5. Wahyu Gunawan dituntut dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 6 bulan kurungan), serta uang pengganti Rp 2,4 miliar (jika tidak dibayarkan, akan ditambah 6 tahun kurungan).

Para terdakwa diduga melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hukuman maksimum yang dikenakan berdasarkan pasal tersebut adalah 15 tahun penjara.

Dalam kasus ini, majelis hakim yang memberikan vonis lepas terhadap terdakwa korporasi migor dipimpin oleh Djuyamto, dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mengemukakan bahwa Djuyamto, Agam, dan Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait keputusan vonis lepas tersebut. Jumlah total suap yang diduga diterima mencapai Rp 40 miliar, yang berasal dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei, pengacara para terdakwa korporasi migor.

Dari total suap Rp 40 miliar, Arif diduga menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu Rp 2,4 miliar, Djuyamto Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing Rp 6,2 miliar. Vonis lepas yang sebelumnya dijatuhkan kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung, dan para korporasi terdakwa dijatuhi denda total Rp 3 miliar dan uang pengganti total Rp 17,7 triliun.

Kasus ini menegaskan betapa pentingnya integritas dalam kepolisian dan aparatur peradilan. Setiap tindakan korupsi tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat, tetapi juga menghambat pengembangan negara. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengawasan dan pencegahan terhadap korupsi harus terus diperkuat untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam sistem hukum.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan