Kisah Saksi dalam Persidangan Kematian Prada Lucky: Cerita Disiksa dan Dipaksa Mengaku Homoseksualitas

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sidang kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo sedang berlangsung di Pengadilan Militer III-15 Kupang, NTT. Dalam kesaksiannya, Prada Richard Bulan mengungkapkan perlakuan kejam yang diterimanya dari atasan untuk memaksa dia mengaku sebagai gay bersama Lucky.

Richard menyebut Letda Inf Made Juni Arta Dana sebagai pelakunya. Menurut Richard, perwira tersebut memaksanya mengakui hubungan romantis sesama jenis dengan Prada Lucky yang sudah meninggal. Pelaku bahkan melanjutkan kejamannya dengan memaksa Richard untuk telanjang dan mengolesi bagian sensitifnya dengan cabai yang sudah dihaluskan.

“Perintah ini terjadi sekitar pukul 21.15 Wita. Made Juni memerintahkan, ‘Kamu (Nimrot Laubura) ke dapur ambil cabai, haluskan, bawa ke sini, lalu saya disuruh telanjang,'” kutipan kata Richard mengulang perintah Made Juni, saat sidang dipimpin oleh Ketua Hakim Mayor Chk Subiyatno bersama anggota hakim Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu dan Kapten Zainal Arifin Anang Yulianto, seperti dilansir detikBali, Selasa (28/10/2025).

Richard yang dipaksa telanjang pun terpaksa menurunkan celana hingga lutut. Dia kemudian disiksa oleh prajurit yang diperintahkan oleh Made Juni.

Kekejaman ini terjadi pada 28 Juli 2025 sekitar pukul 21.00 Wita. Sebelum insiden penyiksaan itu, Richard dibawa ke ruang staf intel oleh Pratu Imanuel Nimrot Laubora, tempat Letda Made Juni sudah menunggu.

Richard mengakui dipaksa untuk mengaku sebagai LGBT. Dia sempat menolak, tapi karena terus dipukuli, akhirnya terpaksa berbohong. “Saya ditanya berapa kali LGBT, tapi saya terpaksa berbohong agar tidak dipukuli lagi,” kata Richard dalam persidangan. “Kami dicambuk saat tidak mengaku sekitar lima hingga enam kali. Setelah saya berbohong, penyiksaan langsung berhenti,” tambahnya.

Kasus ini mendorong refleksi lebih dalam tentang perlakuan kejam dalam lingkungan militer dan pentingnya perlindungan hak asasi manusia bagi semua individu, tanpa diskriminasi. Pengakuan Richard mengharuskan kami semua untuk lebih waspada terhadap kebrutalan apa pun yang terjadi di bawah nama otoritas. Hanya dengan keberanian seperti yang ditunjukkan Richard, perubahan dapat dimulai.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan