Analisis BMKG tentang Penyebab Gempa Magnitudo 6,4 di Tanimbar, Maluku

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Gempa berkekuatan magnitudo 6,4 melanda Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengklasifikasikan peristiwa ini sebagai jenis gempa bumi menengah. Menurut Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, gempa tersebut terjadi karena adanya aktivitas deformasi batuan dalam lempeng Banda. Analisis mekanisme sumber menunjukkan pergerakan mendatar turun di daerah tersebut. Informasi ini disampaikan dalam keterangan resmi pada Selasa (28/10/2025).

BMKG memperbaharui data gempa yang terjadi pukul 21.40 WIB. Awalnya dilaporkan berkekuatan M 6,8, angka tersebut kemudian dikoreksi menjadi M 6,4. Berdasarkan hasil analisis lebih lanjut, episenter gempa terletak pada koordinat 6,92° LS, 130,08° BT, sekitar 179 kilometer barat laut Tanimbar, dengan kedalaman 168 kilometer.

Getaran gempa ini terasa di beberapa wilayah. Di Saumlaki, intensitas gempa mencapai skala IV MMI, di mana getaran dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah. Sementara di Tual, Tepa, Sorong, Kaimana, Manokwari, Maybrat, Raja Ampat, Sorong Selatan, dan Teluk Bintuni, intensitasnya terbilik pada skala III MMI, dengan getaran yang terasa seperti kendaraan berat melewati area. Di Fak-fak dan Dobo, getaran dirasakan pada skala II-III MMI. Di Nabire, intensitasnya mencapai skala II MMI, di mana hanya sebagian orang yang merasakan gempa dan benda-benda ringan bergoyang.

Daryono menegaskan bahwa hasil pemodelan BMKG menunjukkan gempa ini tidak berpotensi mengakibatkan tsunami. Hingga pukul 22.15 WIB, tidak ada gempa susulan yang terdeteksi. Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan menjauhkan diri dari bangunan yang rusak akibat gempa. Penting juga untuk memeriksa keselonongan struktur bangunan sebelum kembali beraktivitas di dalamnya.

Menurut studi terbaru, aktivitas seismik di wilayah ini terkait dengan kesuburan lempeng tektonik yang kompleks di sekitar Maluku. Penelitian menunjukkan bahwa gempa berkekuatan sedemikian rupa umumnya tidak menyebabkan kerusakan struktural yang signifikan, tetapi dapat mengganggu kesehatan mental masyarakat jika terjadi secara berulang. Kejadian ini juga menegaskan pentingnya persiapan komunitas dalam menghadapi bencana alam.

Untuk mengurangi risiko, para ahli merekomendasikan pemantauan reguler terhadap kondisi bangunan dan pelaksanaan simulasi evakuasi di daerah berisiko. Pendidikan mengenai kebijakan penanganan gempa juga perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih siap menghadapi situasi darurat. Dengan demikian, kesadaran kollektif akan menjadi kunci dalam mengurangi dampak negatif dari gempa bumi.

Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi setiap individu untuk memahami risiko dan langkah-langkah pengendalian yang dapat diambil. Dengan pengetahuan yang tepat dan kerjasama antara pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat, kesiapsiagaan terhadap bencana alami dapat dioptimalkan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan