Perkara RS Sumber Waras di KPK Masih Terkendala

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Setelah waktu yang lama, perkara dugaan korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat tak lagi mendapat perkembangan. Kini, kasus tersebut sudah tertahan atau dihentikan oleh KPK pada fase penyelidikan.

Sejak tahun 2015, apabila dikaji kembali, kasus ini muncul pada masa jabatan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, atau lebih dikenal dengan panggilan Ahok. Semuanya dimulai ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2014. Dalam laporan tersebut, BPK DKI Jakarta mengungkapkan adanya pelanggaran dalam transaksi pembelian lahan bagi RS Sumber Waras. Mereka menilai bahwa pembelian tersebut tidak mengikuti prosedur yang seharusnya. Oleh karena itu, Pemprov DKI diharapkan membatalkan akad pembelian tanah seluas 36.410 meter persegi dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras.

Pemeriksaan BPK tidak hanya dilakukan sekali. Setidaknya, institutasi tersebut telah melakukan dua kali pemeriksaan. Yang pertama terkait dengan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 dan yang kedua melibatkan pemeriksaan investigatif khusus terhadap pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Sementara itu, beberapa pihak meminta bantuan KPK untuk menggelar pemeriksaan lebih dalam terkait kasus ini. KPK kemudian meminta BPK RI untuk melakukan pemeriksaan investigatif pada 6 Agustus 2015. Setelah empat bulan penyelidikan, BPK RI menyampaikan hasilnya kepada KPK pada 7 Desember 2015. Hasilnya mengejutkan: ditemukan adanya pelanggaran yang menyebabkan kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras senilai Rp 191,3 miliar.

KPK kemudian segera memulai penyelidikan terhadap kasus tersebut. Dalam laporan BPK RI, ada enam penyimpangan dalam proyek tersebut, mulai dari perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pengadaan, penentuan harga, hingga proses transaksi dan penyerahan hasil. Penyelidikan KPK dimulai pada 20 Agustus 2015.

Dalam proses penyelidikan, KPK melakukan sesi pemeriksaan terhadap berbagai pihak, termasuk saksi-saksi yang terlibat, baik dari RS Sumber Waras maupun pejabat Pemprov DKI Jakarta. Salah satu tokoh yang diperiksa adalah Basuki Tjahaja Purnama, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pengujian terhadap Ahok dilaksanakan pada 12 April 2016, dimana dia diinterogasi selama 12 jam dan dihadapkan kepada 12 pertanyaan.

Dalam wawancara dengan media pada 13 April 2016, Ahok menyampaikan isi dari pertanyaan yang diajukan penyidik, “Pertanyaannya sederhana, bukan bocorin BAP ya. Dia tanya, ‘Bapak pernah nggak terpikir, Bapak kan mau beli NJOP, itu harga terendah urusan negara. Bapak berhak menentukan NJOP. Kenapa Bapak tidak memperlambat (menunda) NJOP? Supaya bisa beli barang yang murah.’ Bagus to pertanyaannya.”

Pernyataan terakhir dari KPK terkait kasus ini last seen pada 12 September 2017. Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK pada waktu itu, menyatakan bahwa penyelidikan terhadap dugaan korupsi di RS Sumber Waras masih berlangsung. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Alexander menjelaskan bahwa kasus Sumber Waras belum memenuhi syarat untuk naik ke tahap penyidikan.

“Makanya kita tidak berani dan belum memutuskan menghentikan RS Sumber Waras. Silakan didalami lebih lanjut, ada masukan penuntut umum, ada masukan penyidik. Itu yang harus ditindaklanjuti penyelidik untuk mendapatkan alat bukti yang diminta penuntut umum maupun penyidik,” terang Alexander.

Pertanyaan terhadap KPK terus muncul, termasuk dari Bambang Soesatyo, Ketua Komisi III DPR pada waktu itu. Bambang menanyakan apakah kasus ini akan ditangani atau hanya tertinggal. “Ini gimana, masuk nggak? Jalan nggak? Apa masuk di laci?” tanya Bambang.

Alexander menjelaskan bahwa dalam penyelidikan, KPK menggunakan jasa penilai independen untuk mendukung kebutuhan dalam penanganan kasus.

Terbaru, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengomentari bahwa penyelidikan kasus RS Sumber Waras telah dihentikan oleh KPK. Menurutnya, Pemprov Jakarta akan melanjutkan pembangunan rumah sakit ini karena sudah yakin tidak ada masalah hukum yang mengintai proyek tersebut.

“Status penyelidikannya sudah dihentikan tahun 2023 oleh KPK. Dulu sempat ada temuan NJOP terlalu tinggi dengan selisih Rp 191 miliar, tapi sekarang nilai tanahnya sudah naik jadi Rp 1,4 triliun. Jadi sudah tidak mungkin dibatalkan,” kata Pramono, Senin (27/10/2025).

KPK juga mengamini pernyataan Pramono. Mereka menyatakan tidak menemukan unsur melawan hukum dari dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. “Benar, penyelidikan perkara tersebut sudah dihentikan karena tidak ditemukan unsur perbuatan melawan hukumnya,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo.

Budi juga mengatakan bahwa status tanah Sumber Waras sudah jelas. KPK mendukung langkah Pemprov DKI Jakarta untuk mengelola lahan tersebut. “KPK mendukung penuh langkah Pemprov DKI melakukan utilisasi lahan tersebut untuk peningkatan pelayanan publik. Jika diperlukan KPK akan dukung melalui pendampingan pada fungsi koordinasi supervisi,” ujarnya.

KPK menjelaskan bahwa proses pengadaan lahan telah dilakukan dengan sesuai aturan. “Proses pengadaan juga sudah dilakukan sesuai prosedur dan legal formilnya,” ujar Budi.

Kasus RS Sumber Waras menjadi contoh bagaimana proses hukum dan keputusan pemerintah dapat berubah seiring waktu. Dalam dunia pembangunan, setiap langkah harus diawasi dengan teliti untuk memastikan transaksi berjalan dengan adil dan transparent. Meski awalnya ditemukan pelanggaran, penyesuaian nilai tanah dan proses pengadaan yang terstruktur akhirnya memungkinkan proyek berlanjut. Hal ini mengingatkan kita tentang pentingnya ketelusuran dalam setiap transaksi, khususnya di bidang kesehatan yang mempengaruhi banyak orang. Pandangan yang cermat dan keberanian menghadapi tantangan hukum akan selalu menjadi kunci sukses dalam setiap proyek.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan