Jaksa di Jayawijaya Tegakkan Hukum di Tengah Pesatnya Adat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di Jakarta, menjadi jaksa dalam daerah yang kuat dengan budaya adat bukanlah tugas yang sederhana. Hal ini terasa nyata bagi Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jayawijaya, yakni Boston Robert Marganda Siahaan. Di wilayah ini yang kaya akan tradisi dan nilai-nilai adat yang tinggi, ia harus lebih dari sekadar seorang penegak hukum.

Tugas jaksa di Jayawijaya tidak terbatas pada pengolahan perkara saja, tetapi juga meliputi memastikan bahwa penegakan hukum tidak berkonflik dengan nilai-nilai adat yang dianut masyarakat setempat.

“Ketika saya pertama kali tiba di tempat ini, saya mencoba merasuk ke dalam kehidupan masyarakat Jayawijaya. Saya ikut serta dalam budaya mereka, mengamati, serta menikmati keindahan alam yang ada di sini. Saya sadar bahwa hukum adat memang masih berpengaruh kuat di Papua Pegunungan, termasuk di Jayawijaya,” ungkapnya.

Meskipun begitu, Boston menjelaskan bahwa keberadaan hukum adat tidak mendorongnya untuk melanggar hukum yang berlaku di tingkat nasional. Sebaliknya, keduanya dapat bekerja sama.

“Menurut pendapat saya, sebagai jaksa, hukum adat dan hukum positif seharusnya diharmonikan. Namun, hukum adat tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku,” katanya.

Boston juga mengungkapkan bahwa pihaknya terus melakukan pendekatan yang persuasif dan edukatif kepada masyarakat untuk mengenali dan menerima adanya hukum nasional sebagai bagian dari sistem keadilan yang lebih besar.

“Karena di sini lebih mengutamakan hukum adat, itu menjadi tanggung jawab atau tantangan bagi kita sebagai penegak hukum. Tugas kita adalah untuk membangkitkan kesadaran atau mengubah cara berpikir mereka, bahwa ada hukum positif yang harus mereka terima,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Kejari Jayawijaya, Sunandar Pramono, menyatukan pendapat bahwa dalam menangani kasus, masih ada perkara yang diselesaikan melalui mekanisme adat, seperti pembayaran denda atau mediasi antar anggota keluarga.

“Di sini, ketika ada kejahatan yang melibatkan masyarakat, biasanya terikat dengan konteks adat. Hal ini bisa menyebabkan masyarakat menerima dua hukuman. Yang pertama dari negara, dan yang kedua dari adat. Misalnya, harus membayar babi atau mengadakan upacara bakar batu yang membutuhkan biaya yang besar,” terangnya.

Namun, Nandar menambahkan bahwa jaksa tidak menutup mata terhadap proses ini. Mereka hadir untuk memastikan keadilan tercapai dan tidak ada pihak yang dirugikan. Untuk kasus yang melibatkan pelanggaran serius, penegakan hukum tetap dilakukan secara formal.

“Jadi, jika perkara bisa diselesaikan secara adat, tanpa gangguan, dan tidak merugikan keadilan di masyarakat, maka boleh dilakukan. Tapi hanya untuk pelanggaran yang tidak terlalu berat,” jelasnya.

“Misalkan, jika terjadi pencurian dengan nilai yang rendah, bisa kita selesaikan melalui Restoratif Justice dalam konteks adat. Namun, jika tersebut berhubungan dengan pembunuhan, ada penyelesaian adat yang harus diikuti. Tetapi, kasus serius seperti itu tetap harus diproses melalui jalur hukum,” pungkasnya.

Program khusus dari Thecuy.com bersama Kejaksaan Agung mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyoroti upaya para jaksa dalam menangani kasus, tetapi juga mengungkap kisah dedikasi dan peran sosial mereka yang menarik.

Program ini diharapkan dapat memperluas pengertian publik tentang pentingnya institusi kejaksaan dalam kerangka pembangunan dan penegakan hukum di masyarakat. Detailnya bisa dilihat melalui tautan yang disediakan.

Penegakan hukum di daerah yang kuat dengan adat tidaklah mudah, tetapi dengan pendekatan yang tepat, jaksa dapat menjembatani nilai-nilai tradisional dengan sistem hukum modern. Hal ini bukan hanya untuk menjamin keadilan, tetapi juga menjaga harmoni dalam masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan