Pemantauan Komisi VIII DPR Terhadap Potensi Pemborosan Dana Rp5 Triliun

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan perihal dugaan kebocoran dana sebesar Rp 5 triliun dalam pelaksanaan ibadah haji. Menurutnya, angka tersebut tidak mengacu pada kebocoran langsung dari anggaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Pernyataan ini disampaikannya saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, pada Senin (27/10/2025). Marwan Dasopang, Ketua Komisi VIII DPR RI, meminta penjelasan terkait dugaan kebocoran Rp 5 triliun yang sebelumnya telah disampaikan oleh Dahnil.

Marwan mengemukakan bahwa jika anggaran BPIH tahun lalu sebesar Rp 89 juta dianggap menjadi Rp 5 triliun, maka ada keinginan untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas perbedaan tersebut. Menurutnya, jika cara penganggaran tidak berubah, potensi kebocoran masih akan terjadi. Marwan juga mengungkapkan kemungkinan bahwa DPR akan dituduh sebagai pihak yang membancak anggaran haji, karena saat itu Kementerian Haji dan Umrah belum terbentuk.

Dahnil menanggapi dengan mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan diskusi dengan KPK, Kejaksaan Agung, dan BPK. Angka Rp 5 triliun merujuk pada potensi kerugian ekonomi dalam ekosistem haji, bukan pada kebocoran langsung dari BPIH. Menurutnya, ada perbedaan antara kerugian akuntansi dan kerugian ekonomi, dan yang dimaksudkan adalah kerugian ekonomi.

Dahnil menjelaskan bahwa potensi kebocoran timbul dari inefisiensi dalam ekosistem haji, termasuk perdagangan wewenang, masalah kuota, penjualan data, dan praktik-praktik lain yang tidak pantas. Dia mengaku telah mendapat sorotan dari berbagai pihak terkait dugaan tersebut. Namun, Dahnil menegaskan bahwa potensi kebocoran yang dimaksud bukan merujuk pada kebocoran total dalam BPIH.

Sementara itu, Dahnil mengungkapkan bahwa potensi kebocoran tersebut muncul dari perputaran uang sebesar Rp 20 triliun hingga Rp 40 triliun dalam ekosistem haji. Dia meminta agar tidak disalahartikan bahwa BPIH yang disusun telah bocor, karena yang dimaksudkan adalah kerugian dalam proses perhajian secara keseluruhan.

Dahnil dan Marwan sepakat bahwa kedua pihak, pemerintah dan DPR, berupaya untuk menyelesaikan permasalahan dalam pelaksanaan haji. Mereka mengingatkan agar tidak ada kesimpulan yang salah terkait dugaan kebocoran dana tersebut.

Para ahli menyimpulkan bahwa dugaan kebocoran dana dalam pelaksanaan haji memang memperlihatkan adanya keterlambatan dalam pengelolaan dana. Namun, dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan DPR, dapat diharapkan biaya pelaksanaan haji akan lebih terkontrol dan transparan. Dalam menghadapi tantangan ini, kerja sama yang kuat antara berbagai pihak menjadi kunci untuk memastikan pemantauan dan evaluasi yang efektif dalam pengelolaan dana haji.

Setiap tahunnya, jutaan jamaah berangkat untuk melaksanakan ibadah haji, dan pemantauan yang ketat terhadap pengelolaan dana menjadi sangat penting. Dengan adanya kerjasama yang baik, dapat diharapkan pelaksanaan haji akan lebih lancar dan transparan, sehingga dapat menghindari dugaan dugaan yang tidak berujung pada kesimpulan yang positif bagi semua pihak yang terlibat.

Dengan demikian, dugaan kebocoran dana dalam pelaksanaan haji dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan dana. Kerjasama yang erat antara pemerintah dan DPR akan menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada, sehingga pelaksanaan haji dapat berjalan dengan lancar dan teratur.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan