Kementerian Kesehatan Menjelaskan Kenapa Masih Terdapat Banyak Warga Indonesia Menggunakan Jasa Medis di Luar Negeri

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dari ibu kota negara, informasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan bahwa meskipun perkembangan industri alat kesehatan dalam negeri semakin pesat, masih banyak warga Indonesia yang memilih perawatan kesehatan di luar negeri. Lucia Rizka Andalusia, Direktur Jenderal Alat Kesehatan Kemenkes, mengungkap bahwa salah satu alasan utama adalah keterbatasan akses terhadap teknologi kesehatan canggih di dalam negeri. “Jika teknologi kesehatan inovatif, baik alat kesehatan atau obat-obatan, masih sulit diakses di Indonesia, tentu saja masyarakat lebih memilih berobat ke luar negeri karena lebih mudah,” kata Rizka dalam konferensi pers Minggu (26/10/2025).

Menurut Rizka, masalah ini bukan hanya soal preferensi pasien, tetapi juga disebabkan oleh keterlambatan dalam penyediaan teknologi kesehatan terkini di rumah sakit dalam negeri, yang berpengaruh langsung pada kualitas pelayanan pasien. Contohnya, untuk radioterapi, di Indonesia pasien harus menunggu berhari-hari bahkan berbulan-bulan, sedangkan di negara tetangga layanan tersebut bisa diberikan lebih cepat. Hal ini menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat Indonesia untuk berobat ke luar negeri.

Dari segi produksi, Rizka menegaskan bahwa pertumbuhan industri alat kesehatan dalam negeri telah menunjukkan kesuksesan luar biasa. Sebelum pandemi COVID-19, hanya ada sekitar 400 industri alat kesehatan di Indonesia, dengan sebagian besar masih bergantung pada impor. Saat ini, jumlahnya telah dua kali lipat menjadi sekitar 815 industri. Selain itu, belanja alat kesehatan dalam negeri dalam tiga tahun terakhir telah meningkat 3,4 kali lipat dibandingkan tahun 2019. “Sebelumnya belanja alat kesehatan dalam negeri sangat rendah. Namun sekarang telah meningkat secara signifikan karena berbagai upaya yang telah dilakukan,” ujar Rizka.

Kemenkes juga telah melaksanakan berbagai strategi untuk mendukung industri lokal. Salah satunya adalah penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan kebijakan freeze-unfreeze terhadap produk impor. “Jika kita sudah mampu memproduksi produk dalam negeri dengan jumlah yang cukup, maka kami akan membekukan impornya. Hal ini sangat efektif, sehingga rumah sakit pemerintah, termasuk rumah sakit vertikal, akan memilih produk dalam negeri,” jelas Rizka. Selain itu, Kemenkes juga melakukan business matching antara industri alat kesehatan lokal dan fasilitas kesehatan. Langkah ini penting agar produk dalam negeri dikenali dan digunakan oleh rumah sakit di Indonesia. “Tanpa business matching, industri dan rumah sakit tidak saling mengenal. Misalnya ada yang memproduksi hospital bed elektrik otomatis di dalam negeri, tetapi rumah sakit tidak mengetahuinya, akhirnya tetap membeli impor,” kata Rizka.

Rizka juga menyampaikan bahwa peluang untuk produk alat kesehatan seperti linet dan dv medika yang dapat memproduksi bed dengan teknologi canggih di Indonesia terbuka, asalkan mematuhi mekanisme pengadaan yang berlaku. “Yang penting harganya kompetitif dan spesifikasinya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit,” tandas dia.

Meski capaian industri alat kesehatan dalam negeri sudah menggembirakan, Rizka menilai tantangan terbesar Indonesia justru terletak pada akses terhadap teknologi kesehatan inovatif. Tanpa perbaikan di sisi ini, pasien akan terus mencari pengobatan di luar negeri. “Pemerintah berusaha keras agar masyarakat bisa mendapatkan akses terhadap teknologi inovatif secepat mungkin, supaya mereka bisa berobat di Indonesia dengan kualitas yang sama seperti di negara lain,” tegasnya. Pertumbuhan pesat industri alat kesehatan lokal menunjukkan Indonesia punya kapasitas besar untuk mandiri. Namun, persoalan akses, efisiensi layanan, dan kecepatan adopsi teknologi menjadi titik lemah yang masih membuat pasien memilih pengobatan di luar negeri.

Dengan demikian, meskipun ada kemajuan yang signifikan dalam industri alat kesehatan dalam negeri, masih banyak tantangan yang harus diatasi untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Keberhasilan dalam mengatasi ini tidak hanya akan meningkatkan mandiri industri lokal, tetapi juga menjamin kesehatan masyarakat dengan pengobatan berkualitas di Tanah Air.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa industri alat kesehatan di Indonesia terus berkembang dengan pesat, tetapi masih ada celah yang perlu ditutup. Seperti yang disebutkan oleh Lucia Rizka Andalusia, akses terhadap teknologi kesehatan inovatif masih menjadi kendala utama. Studi kasus dari beberapa negara yang berhasil meningkatkan akses teknologi kesehatan menunjukkan bahwa investasi dalam infrastruktur, pelatihan tenaga kesehatan, dan kolaborasi antara pemerintah dan industri sangat penting. Infografis yang menunjukkan perbandingan akses teknologi kesehatan antara Indonesia dan negara tetangga bisa memberikan gambaran yang lebih jelas tentang area yang perlu diperbaiki.

Analisis unik dan simplifikasi: Masalah akses teknologi kesehatan di Indonesia bisa dipecahkan dengan strategi yang holistik. Selain mempercepat adopsi teknologi, penting juga untuk meningkatkan efisiensi layanan di rumah sakit. Dengan demikian, pasien tidak perlu lagi mengeluarkan biaya besar untuk berobat ke luar negeri. Hal ini juga akan mendukung perekonomian nasional dengan mengurangi pengeluaran asing.

Di era globalisasi ini, akses terhadap teknologi kesehatan berkualitas adalah hak fundamental bagi setiap warga. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pimpinan di kawasan Asia Tenggara dalam hal layanan kesehatan. Dengan berfokus pada perbaikan akses teknologi dan efisiensi layanan, Indonesia bisa menjadi tujuan utama untuk perawatan kesehatan yang berkualitas. Mari kita dukung dan ikuti perkembangan positif ini, agar kesehatan semua warga terjamin tanpa harus mencari layanan di luar negeri.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan