Houthi Rilis Tawanan Wanita yang Ditahan Sejak 2021

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemberontak Houthi di Yaman telah melepaskan Entisar al-Hammadi (23) setelah beliau menjalani masa tahanan selama hampir lima tahun. Hammadi ditangkap saat sedang menggelar sesi pemotretan di kota Sanaa.

Menurut laporan AFP pada hari Minggu, 26 Oktober 2025, Hammadi dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun dengan dakwaan melanggar hukum prostitusi, konsumsi narkoba, dan melakukan perangai tidak layak. Pengacara dan organisasi hak asasi manusia mengaku tuduhan tersebut tidak berdasar dan hanya merupakan upaya untuk memaksakan batasan kebebasan bagi perempuan.

Pengacara Hammadi, Khaled al-Kamal, menyampaikan bahwa model ini telah kembali ke rumahnya, namun kondisinya terpuruk akibat berbagai penyakit yang dialaminya selama periode penjara. Beliau pernah mencoba bunuh diri pada tahun 2021. Baik ibu maupun ayah Hammadi berasal dari negara berbedapada, ibu dari Etiopia sedangkan ayah dari Yaman.

Hammadi dikenal sebagai model profesional dengan lupus foto di media sosial yang meliputi pakaian tradisional, gaya modern, dan seragam formal. Dia juga memiliki ribuan pengikut di akun Instagram dan Facebook. Human Rights Watch mencatat bahwa Hammadi pernah bekerja sebagai model selama empat tahun dan muncul dalam dua serial TV di Yaman. Amnesty International mengungkap bahwa setelah penangkapan, Hammadi diinterogasi dengan mata tertutup, dianiaya secara fisik dan verbal, serta menjadi sasaran diskriminasi berdasar etnis.

Ditambahkan pula, Amnesty International mengonfirmasi bahwa secara paksa, Hammadi dipaksa mengaku melakukan pelanggaran seperti kepemilikan narkoba dan prostitusi. Kekerasan terhadap perempuan, khususnya di wilayah yang dikuasai Houthi, telah meningkat sejak perang saudara meletus di Yaman pada tahun 2014. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut kondisi ini telah menciptakan krisis kemanusiaan terbesar di dunia.

Kasus Entisar al-Hammadi memang menarik perhatian internasional karena melibatkan isu kebebasan berprofesi bagi perempuan di kawasan konflik. Menurut data riset terbaru, kemajuan hak perempuan di wilayah konflik agak lambat, terutama di negara yang dilanda perang saudara lama. Studi kasus ini menunjukkan bahwa campur tangan hukum sering digunakan untuk menindas kebebasan individu. Analisis terkini juga menunjukkan korelasi antara peningkatan kekerasan gender dengan penurunan stabilitas sosial. Infografis terkait menampilkan statistik peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan di Yaman sejak 2014.

Setiap kasus hak asasi manusia yang tidak terpecahkan justru memperparah kondisi masyarakat. Masyarakat harus terus berjuang untuk mempromosikan kesetaraan dan perlindungan hukum bagi setiap individu tanpa diskriminasi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan