Kementerian Kehutanan Pastikan Legalitas dan Pelacakan Asal Kayu Hutan di Indonesia

Pemerintah mengamankan bahwa semua kayu hasil produksi dan perdagangan dari Indonesia telah melalui verifikasi legalitas dan kelayakan. Hal ini menjadi langkah penting guna menjaga pengelolaan hutan yang jelas, adil, dan berkelanjutan, serta meneguhkan kepercayaan pasar global terhadap produk kayu Indonesia.

Laksmi Wijayanti, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Kehutanan, menjelaskan bahwa penggunaan hasil hutan kayu di Indonesia diatur ketat melalui skema Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), Perhutanan Sosial, dan izin pemanfaatan kayu non-kehutanan (PKKNK) di Areal Penggunaan Lain (APL).

“Sesuai peraturan, kayu dari PBPH di kawasan hutan atau PKKNK di APL merupakan hasil proses legal yang diawasi keras oleh pemerintah melalui Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK,” tuturnya, Jumat (24/10/2025).

Laksmi mengungkapkan, kebijakan kehutanan Indonesia membedakan jelas antara pembukaan hutan legal dengan deforestasi ilegal. Pemerintah mengatur pemanfaatan kayu untuk menjaganya sebagai sumber daya alam yang dapat diperbarui, sehingga penggunaan kayu dapat berkelanjutan dan memberikan manfaat ekonomi serta lingkungan.

Ia menjelaskan lebih lanjut, pembukaan lahan dalam izin PBPH atau PKKNK merupakan bagian pengelolaan lanskap yang legal dan terukur. Di skema hutan tanaman, kegiatan penanaman kembali dilakukan agar fungsi hutan tetap terjaga. Kayu hasil proses ini, disebut kayu konversi, tetap diakui legal asalkan melalui SVLK.

Erwan Sudaryanto, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH), menambahkan bahwa seluruh kayu beredar dari kegiatan berizin harus memiliki dokumen terverifikasi dalam sistem SVLK. Sistem ini tidak hanya memastikan legalitas, tetapi juga menjamin keterlakuan asal-usul kayu serta penerapan prinsip kelestarian.

“Indonesia memiliki sistem verifikasi kayu paling transparan di dunia. SVLK terus diperkuat untuk selaras dengan kebijakan global perdagangan bebas deforestasi, tanpa mengabaikan keadilan bagi pelaku usaha dalam negeri,” kata Erwan.

Pemerintah terus mendorong digitalisasi sistem pengawasan dan pelaporan untuk memperkuat akuntabilitas publik. Kerjasama dengan lembaga independen, masyarakat sipil, dan mitra internasional digencarkan agar kredibilitas sistem nasional dalam menelusuri asal-usul kayu semakin kuat.

Laksmi menegaskan, pemerintah tidak memberi toleransi terhadap deforestasi ilegal dan pelanggaran tata kelola. “Dua hal penting harus selaras: membenarkan klaim deforestasi ilegal dengan fakta, serta memastikan penegakan hukum sesuai peraturan perundangan,” katanya.

Ia menutup, komitmen pengelolaan hutan lestari adalah dasar penting untuk keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

“Kayu Indonesia adalah kayu legal, lestari, dan terverifikasi. Ini menegaskan komitmen pemerintah untuk pengelolaan hutan yang bijak, menjaga kepercayaan pasar global, dan memastikan keberlanjutan sumber daya hutan bagi generasi mendatang,” ujarnya.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa sistem SVLK telah berhasil mengurangi deforestasi ilegal di Indonesia hingga 70% sejak implementasinya. Analisis unik dan simplifikasi: Sistem ini bukan hanya mengamankan legalitas, tetapi juga mendukung ekonomi lokal melalui pengawasan yang transparan. Studi kasus di Kalimantan tengah menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan SVLK mengalami kenaikan penjualan hingga 30% secara global. Kesimpulan: Komitmen Indonesia dalam mengelola hutan secara berkelanjutan bukan hanya memberikan dampak positif pada lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi yang besar bagi masyarakat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page