Venezuela Menolak Tantangan Perang Meski Tensinya Bertambah dengan Trump

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di ibu kota Caracas, hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela semakin memanas. Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, mengajukan permohonan agar tidak terjadi konflik bersenjata dalam kondisi ketegangan yang semakin mendalam antara kedua negara. Dalam sebuah pernyataan yang dibuat dalam bahasa Inggris, Maduro berkata, “No crazy war, please!”

Pernyataan tersebut dibuat setelah Presiden AS, Donald Trump, menyatakan bahwa ia telah mengizinkan operasi rahasia terhadap negara di Amerika Selatan tersebut. Trump juga menambahkan bahwa AS sedang meningkatkan operasi militer melawan para pelaku perdagangan narkoba di wilayah Karibia dan Pasifik.

Maduro mengulang permohonannya untuk damai dalam sebuah pertemuan dengan serikat pekerja yang mendukung kepemimpinan sayap kiri pada Jumat (24/10/2025). Ia mengulangi pesan bahwa “Ya damai, ya damai selamanya, damai selamanya. Tidak ada perang yang gila, mohon!”

AS telah mengerahkan pesawat tempur stealth dan kapal perang sebagai bagian dari operasi antinarkotika. Namun, hingga saat ini, pemerintah AS belum memberikan bukti bahwa delapan kapal dan satu kapal semi selam yang menjadi targetnya terlibat dalam kegiatan penyelundupan narkoba.

Serangan yang dilancarkan AS pada 2 September telah menewaskan sedikitnya 37 orang, dan situasi tersebut telah memicu ketegangan regional. Maduro menuduh AS berupaya menggulingkan pemerintahannya. Pada Kamis (23/10) malam waktu setempat, pemerintah Trinidad dan Tobago mengumumkan bahwa satu kapal perang AS akan berlabuh di ibu kota pada 26-30 Oktober. Menurut Kementerian Luar Negeri Trinidad dan Tobago, satu unit Marinir AS akan melakukan latihan bersama dengan pasukan lokal.

Kedua korban tewas dalam serangan AS dari wilayah Trinidad dan Tobago telah diumumkan. Minggu lalu, Trump menyatakan bahwa ia telah mengizinkan operasi rahasia CIA terhadap Venezuela dan sedang mempertimbangkan serangan darat terhadap kartel narkoba. Trump juga menuduh Maduro sebagai pemimpin kartel narkoba, tetapi tuduhan tersebut telah dibantah oleh Maduro.

Menteri Pertahanan Venezuela, Vladimir Padrino, menanggapi dengan menyatakan bahwa mereka telah sadar adanya keberadaan CIA di negara tersebut. “Mereka mungkin akan mengerahkan beberapa unit yang berafiliasi dengan CIA dalam operasi rahasia, tetapi upaya mereka akan gagal,” kata Padrino.

AS diketahui mengerahkan pesawat pengebom B-1B di atas Laut Karibia, tepatnya di lepas pantai Venezuela, pada Kamis (23/10). Ini menjadi aksi pamer kekuatan terbaru oleh pesawat militer AS di kawasan tersebut dalam seminggu terakhir. Trump mengaku laporan mengenai pengerahan pesawat pengebom tersebut tidak benar, namun data pelacakan penerbangan dari Flightradar24 menunjukkan satu unit pesawat B-1B terbang menuju pantai Venezuela sebelum berbalik arah dan menghilang dari radar.

Penerbangan tersebut dilakukan sementara Washington mengerahkan militer terhadap pihak yang dituduh sebagai pengedar narkoba di Karibia. Pengerahan militer AS ini membuat Caracas khawatir bahwa tujuan utama Trump adalah mengganti rezim di Venezuela.

“Tidak, itu tidak benar,” jawab Trump saat ditanya tentang pengerahan pesawat pengebom AS. Namun, ia tetap mengatakan bahwa Washington “sangat tidak senang dengan Venezuela karena berbagai alasan” dan menambahkan bahwa akan ada “aksi darat” di negara itu. Penerbangan pesawat pengebom B-1B tersebut terdeteksi sebulan setelah pesawat pengebom B-52 lainnya terlihat terbang di atas perairan Venezuela selama beberapa jam. Militer AS menganggap misi tersebut sebagai示威显示 komitmen mereka untuk mencegah ancaman, meningkatkan pelatihan, dan memastikan kesiapan pasukan global.

Maduro mengklaim bahwa Venezuela memiliki 5.000 rudal darat-ke-udara portabel Rusia untuk menghadapi serangan AS. Dalam sebuah acara televisi bersama para pimpinan militer senior pada Rabu (22/10), Maduro menyatakan bahwa negara tersebut memiliki rudal jarak pendek portabel Rusia, Igla-S, yang jumlahnya “tidak kurang dari 5.000 di pos-pos pertahanan udara utama untuk menjamin perdamaian.” Igla-S dirancang untuk menembak jatuh pesawat terbang rendah dan telah digunakan dalam latihan militer sebagai tanggapan terhadap aktivitas militer AS di Karibia. Aksi tersebut telah menyebabkan kebencian terhadap AS di sebagian besar negara di Amerika Latin.

Ketegangan antara AS dan Venezuela menunjukkan betapa pentingnya diplomasi dan komunikasi dalam menghindari konflik bersenjata. Maduro terus menekankan keinginan untuk damai, sementara AS meningkatkan kehadirannya militer di wilayah tersebut. Situasi ini mengingatkan kita tentang risiko perang dan pentingnya pencarian solusi damai dalam hubungan internasional.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan