Kantor Desa Leuwidulang Sodonghilir Tasikmalaya Diserbu Warga dalam Aksi Protes Korupsi DD

Warga Desa Lewidulang, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, melancarkan aksi vandalisme di kantor desa pada Jumat malam (24/10/2025). Aksi ini tampaknya sebagai tanggapan atas dugaan penyalahgunaan Dana Desa pada tahun 2025 yang melibatkan kepala desa.

Video yang tersebar di platform sosial selama 1 menit 33 detik menunjukkan dinding dan pagar kantor desa ditulisi dengan tulisan-tulisan seperti “Basmi Korupsi,” “Kepala Desa Haram Masuk,” dan “Stop Korupsi.” Tanda-tanda kecaman tersebut menutupi sebagian besar bagian pagar dan tembok.

IPTU Cahyadi, Kapolsek Sodonghilir, mengonfirmasi insiden tersebut. Menurutnya, vandalisme tersebut merupakan ekspresi kemarahan warga terhadap kepala desa yang diduga merusak anggaran desa.

“Ada benar-benar aksi coret-coret di Kantor Desa Lewidulang yang dilakukan warga yang tidak puas dengan pelaksanaan tugas kepala desa,” katanya, Jumat (24/10/2025).

Dilaporkan, aksi warga dimicu oleh kabar dugaan penyalahgunaan Dana Desa sebesar Rp200 juta untuk kepentingan pribadi. Dari jumlah tersebut, kepala desa diketahui telah mengembalikan sebagian, yaitu sekitar Rp100 juta.

“Kami mendapatkan informasi bahwa kepala desa sudah mengembalikan sebagian uang tersebut. Namun, sebesar Rp100 juta masih belum dikembalikan,” terang Cahyadi.

Meskipun terjadi aksi protes, Kapolsek menegaskan bahwa situasi di Desa Lewidulang kini sudah stabil. “Kondisi sekarang aman dan terkendali. Aksi tersebut hanya ungkapan kekecewaan warga terhadap dugaan kasus ini,” ujarnya.

Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa dugaan penyimpangan Dana Desa ini sudah dibahas dalam musyawarah desa antara BPD, perangkat desa, dan kepala desa pada Juni 2025. Dalam rapat tersebut, kepala desa berjanji akan mengembalikan seluruh uang pada Agustus 2025. Namun, hingga deadline berakhir, hanya sekali gusurnya yang dikembalikan.

Pada 17 September 2025, kepala desa bahkan menandatangani surat pernyataan di atas materai yang menyatakan kesediaan mundur jika tidak mampu melunasi utangnya. Namun, hingga sekarang, ia masih menjabat karena belum ada keputusan resmi dari Bupati Tasikmalaya.

“Ia pernah menyatakan akan mundur, tetapi belum ada surat keputusan dari bupati, jadi ia masih bekerja seperti biasa,” ujar salah satu sumber dari lingkungan pemerintahan desa.

Kasus ini mengungkapkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik, terutama di tingkat desa. Warga memiliki hak untuk memantau dan menuntut keterbukaan dari pemimpin setempat. Keterlibatan aktif masyarakat dalam memantau keuangan desa dapat mencegah penyimpangan dana dan mendorong pemerintahan yang lebih baik.

Dalam konteks ini, inovasi seperti sistem e-GIFT dapat menjadi solusi untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan dana desa. Dengan teknologi digital, pemantauan dana dapat dilakukan dengan lebih mudah dan efektif, sehingga mengurangi risiko korupsi.

Kasus ini juga mengingatkan kita bahwa kepemimpinan desa harus didasarkan pada integritas dan tanggung jawab. Pemimpin desa harus mampu menjadi contoh bagi warga dan memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat digunakan dengan bijak.

Kesimpulan dari insiden ini menunjukkan bahwa dukungan dan partisipasi warga sangat penting dalam menciptakan pemerintahan yang baik. Jika setiap warga menyatakan keprihatinannya dan terus menuntut kejelasan, maka tempat tersebut akan lebih maju dan adil.

Baca juga Berita lainnya di News Page