Pulang ke Rumah Lapuk yang Dingin dan Waswas

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di Kelurahan Cikalang, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Dede Qodar Aliudin menghabiskan siangnya di tengah rumahnya yang sudah usang. Ruangan itu merupakan tempat terakhir yang ia gunakan untuk istirahat. Dindingnya telah basah, catnya mengelupas, dan sebagian kayunya telah lapuk serta ditumbuhi lumut. Sejak tanggal 21 Oktober 2025, rumah tua yang menjadi tempat tinggal Dede telah menjadi subjek dari program Bedah Rumah yang diselenggarakan oleh Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perwaskim) Kota Tasikmalaya.

“Temukan kebocoran di pinggir-pinggir dindingnya. Banjir sering terjadi. Jadi, ketika hujan deras, saya pindah tidur ke tengah rumah. Sejak tahun 2019 hingga sekarang, saya terus tidur di sini,” ungkap Dede, sambil menunjuk tempat tidur yang sudah rusak di tengah ruang tamu.

Rumah itu kecil dan telah usang. Hanya terdiri dari dua kamar sempit, dapur, dan toilet di bagian belakang yang basah dan hampir tak terpakai. Kedua kamar kini tidak lagi layak huni—atapnya roboh, dindingnya retak, dan lantainya kotor karena bekas rembesan air. Namun, Dede tetap tinggal dan tidur di tempat itu setiap hari, tanpa pernah mengungsi meski hujan deras sering membanjiri rumahnya melalui celah genteng yang berlubang.

“Sementara tidur, seringkali saya merasakan ketakutan, takut genteng akan runtuh menimpa saya,” katanya sambil memandang ke langit-langit yang saat ini ditopang oleh bilah kayu sederhana.

Dede hidup sendiri. Istrinya telah pindah ke luar kota sejak lama. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, dia berjualan es krim keliling selama dua tahun terakhir. Sebelumnya, sejak tahun 2011, dia berdagang martabak telur di sekitar kampung. Keuntungannya tidak besar, hanya cukup untuk makan dan membeli sedikit bahan untuk memperbaiki rumah yang rusak.

“Saaat hujan deras, air mulai mengalir ke dalam. Saya tidak mengungsi, tapi menutup dengan terpal agar angin tidak masuk, karena anginnya sangat kuat,” tuturnya.

Beberapa bulan yang lalu, sebagian atap rumahnya runtuh. Ia kemudian melaporkan kejadian ini ke pihak kelurahan. Ternyata, rumah Dede sejak tahun 2011 belum pernah termasuk dalam data Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Baru setelah kerusakan semakin parah dan laporan diajukan, rumahnya dimasukkan ke dalam program Bedah Rumah tahun 2025.

Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2024, sekitar 1,2 juta rumah di Indonesia masih masuk dalam kategori tidak layak huni. Kasus Dede Qodar Aliudin menjadi gambaran nyata tentang keterpurukan rumah-rumah yang terus ditinggalkan oleh pemerintah. Program Bedah Rumah menjadi upaya terbaru untuk mengatasi permasalahan ini, namun masih banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti birokrasi dan keterbatasan dana.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mengoptimalkan koordinasi antar lembaga dan meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan program. Selain itu, masyarakat diperlukan untuk lebih proaktif dalam melaporkan kerusakan rumah agar dapat segera ditangani.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan