Warga Tasikmalaya Meninggal dalam Sungai Ogan Sumsel

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Malam Minggu, 19 Oktober 2025, ambulans dari Desa Tanjungbarang, Cikatomas, Tasikmalaya, bergegas menuju jalan lintas Sumatra untuk mengangkut jenazah Karmidin, seorang pekerja panggul kayu berusia 52 tahun yang bekerja di Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan. Tidak seperti biasanya, kali ini ia tidak kembali dengan kaki lelah, melainkan dalam peti mati sederhana, diiringi doa panjang dari keluarga dan tetangga.

Proses pemulangan jenazah Karmidin menjadi tantangan bagi pemerintah desa. Biaya pengiriman dari rumah sakit di OKU ke Tasikmalaya mencapai Rp 23 juta, jumlah yang sulit dibayarkan oleh keluarga korban yang hidup sederhana. Namun, rasa kesukaan dan kesatuan warga membuat upaya ini terwujud.

Kepala Desa Tanjungbarang, Harun Arasid SH, masih ingat dengan jelas saat Karmidin meninggalkan kampung pada hari Selasa, 14 Oktober 2025, untuk bekerja di Sumatra Selatan. Tujuannya adalah untuk mencari penghasilan bagi keluarga. Sayangnya, takdir memiliki rencana lain.

Menurut informasi dari pihak berwenang di OKU, Karmidin tiba di Kecamatan Ulu Ogan bersama tiga rekan dari Tasikmalaya. Mereka bekerja untuk Isron di Desa Pedataran. Pada sore hari, Rabu, 15 Oktober 2025, ia berkunjung ke rumah Pilson di Desa Gunung Tiga untuk membeli rokok, tetapi tidak pernah kembali ke tempat kerja.

Rekannya mencari sampai malam hari, bahkan bertanya kepada kepala desa sekitar apakah melihat “orang Jawa” melintas, tetapi tidak menemukan jejak. Empat hari kemudian, pada siang Minggu, sekitar pukul 13.00 WIB, warga Sungai Ogan mencium bau menyengat dan menemukan jenazah yang sudah membusuk. Identitasnya kemudian diketahui sebagai Karmidin, warga Kampung Kebon Cau, Desa Tanjungbarang, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya.

Berita duka ini menyebabkan keluarga Karmidin terkejut. Rumah sakit di OKU menawarkan untuk mengirimkan jenazah, tetapi dengan biaya Rp 23 juta yang mencakup biaya ambulans, peti mati, dan pemuliaan.

Seperti Karmidin, banyak buruh migran yang menghadapi risiko tinggi saat bekerja jauh dari keluarga. Kejadian ini mengingatkan kita tentang pentingnya kesatuan dan solidaritas dalam mengatasi masa sulit. Semoga keluarga Karmidin dapat menemukan keberanian dan dukungan dalam menghadapi kehilangan ini.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan