Skrining Kanker Kolorektal untuk 33 Juta Populasi Berisiko Gen Z menurut Kementerian Kesehatan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kanker kolorektal semakin sering ditemukan pada usia yang lebih muda. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berusaha meningkatkan program skrining untuk mendeteksi kasus kanker kolorektal lebih awal, sehingga dapat mengurangi angka kematian yang disebabkan penyakit ini. Rencana ini meliputi 33 juta warga Indonesia yang termasuk dalam kelompok berisiko, yang akan dilakukan skrining sebelum tahun 2025. Data awal program cek kesehatan gratis menunjukkan bahwa lima provinsi dengan jumlah populasi berisiko tertinggi terletak di Bali, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dengan total 7,6 juta orang.

Kepala Tim Kerja KDI Kementerian Kesehatan RI, Rindu Rachmiati SKM M Epid, menjelaskan bahwa kanker kolorektal adalah jenis kanker yang berasal dari jaringan usus besar, yang mencakup kolon (bagian terpanjang usus besar) dan rektum (bagian terakhir usus besar sebelum anus). Menurut data International Agency for Research on Cancer (IARC), kanker kolorektal menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi akibat kanker di Indonesia. “Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian kelima tertinggi di negara ini. Angka kematian induk kanker kolorektal pada laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan kanker payudara dan serviks. Insiden kasusnya mencapai 12,1 persen, sementara angka kematian 6,6 persen,” katanya.

Kanker terus menjadi beban pembiayaan kesehatan terbesar kedua di Indonesia, dengan total biaya sekitar Rp 5,9 triliun pada tahun 2022. Rindu Rachmiati mengidentifikasi beberapa faktor risiko tinggi kanker kolorektal, termasuk usia di atas 45 tahun, riwayat keluarga penyakit kanker usus, pola makan rendah serat tinggi lemak (terutama junk food), perokok, obesitas sentral, dan kurangnya aktivitas fisik. “Banyak kasus yang terdeteksi dalam stadium lanjut,” katanya tegas.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah meningkatkan program deteksi dini agar dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian serta beban biaya kesehatan. Jika intervensi tidak dilakukan, diperkirakan akan terjadi kenaikan kasus kanker sebesar 77 persen pada tahun 2050. Skrining akan dilakukan pada individu yang tampaknya sehat berusia di atas 45 tahun, tanpa gejala. Prosesnya dimulai dengan wawancara kuesioner, dan apabila hasilnya menunjukkan risiko, akan dilakukan pemeriksaan colok dubur dan tes darah samar pada feses.

Sementara itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa pola makan modern, seperti konsumsi makanan olahan tinggi lemak dan rendah serat, serta gaya hidup kurang aktif, semakin mempengaruhi peningkatan kasus kanker kolorektal di kalangan generasi muda. Studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) juga mengungkapkan bahwa deteksi dini masih menjadi kunci utama dalam pengendalian penyakit ini.

Sebagai contoh praktis, beberapa rumah sakit di Indonesia telah merilis program skrining gratis untuk masyarakat umum, khususnya di daerah dengan prevalensi tinggi. Ini membantu dalam memfasilitasi pemeriksaan lebih awal dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan.

Dengan adanya upaya serius dari pemerintah dan dukungan penelitian terbaru, kita semua dapat berperan aktif dalam memerangi kanker kolorektal. Awasi kesehatan ususmu, hindari faktor risiko, dan ikuti program skrining yang tersedia. Setiap langkah kecil dapat menjadi perbedaan besar dalam menjaga kesehatan tubuh kita.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan