Perkembangan Rangkaian Hari Santri Diwakili dalam Forum Pondok Pesantren Kota Tasikmalaya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Suasana hangat menggembirakan Gedung Kesenian Kota Tasikmalaya saat KH Nono Nurul Hidayat, pemimpin Forum Pondok Pesantren (FPP) Kota Tasikmalaya, memulai serangkaian aktivitas Hari Santri Nasional (HSN).

Menurut KH Nono, HSN bukan hanya merupakan acara formal, melainkan juga waktu untuk mengevaluasi kondisi sebenarnya pesantren yang berperan sebagai sarana pendidikan dan penanaman nilai moral di Tasikmalaya.

“Tujuan utama HSN adalah mempererat silaturahmi di antara santri dan pondok pesantren di Kota Tasikmalaya. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk memperbaiki hubungan di kalangan pondok pesantren serta dengan alumni,” katanya setelah acara pembukaan di Gedung Kesenian, Senin (20/10/2025).

Sementara itu, pada hari penerapan HSN yang jatuh pada tanggal 22 Oktober mendatang, para pengajar pesantren di Kota Tasikmalaya mengungkapkan harapan besar: agar pesantren dapat berkembang tidak hanya dalam hal spiritual, namun juga dalam aspek pembangunan dan kemandirian ekonomi. Mereka juga berharap adanya distribusi fasilitas yang lebih adil bagi pesantren kecil di daerah.

Tasikmalaya saat ini memiliki sekitar 37.000 santri yang tersebar di ratusan pondok pesantren. Angka tersebut menunjukkan peran penting pesantren dalam kehidupan sosial kota santri ini. Namun, menurut KH Nono, masih terdapat ketidakseimbangan antara pesantren besar dan kecil, terutama dalam akses dukungan ekonomi dan pembangunan.

“Kemungkinan dalam hal ekonomi dan bantuan, hanya yang memiliki aset dan jaringan yang maju. Sedangkan yang tidak punya, keadaan tetap tidak berubah,” ungkapnya dengan hati-hati.

Dia mengakui bahwa beberapa pesantren sudah mulai mengatur diri sendiri dan mampu bertahan melalui swadaya santri serta dukungan alumni. Namun, banyak juga yang masih berjuang tanpa dukungan fasilitas yang memadai. Salah satu masalah utama adalah izin mendirikan bangunan (IMB) dan pelatihan konstruksi yang belum banyak dilaksanakan untuk pesantren.

“Belum ada pelatihan terkait konstruksi. Semoga tidak seperti yang terjadi di Jawa Timur. Semoga ada fasilitasi IMB khusus untuk pesantren. Jangan memberi perintah tanpa menyediakan solusi. Kadang pesantren mendapat bantuan sebesar 20 juta, sedangkan total biaya pembangunan bisa mencapai 100 juta. Dimana asalnya uangnya?” katanya.

Pesantren adalah cerminan kehidupan sosial yang kuat di Tasikmalaya, namun tantangan seperti ketidakseimbangan fasilitas dan dukungan ekonomi masih memerlukan perhatian serius. Upaya seperti pelatihan konstruksi dan pelucutan birokrasi IMB dapat menjadi langkah yang penting untuk memastikan perkembangan pesantren lebih merata. Harapannya, dengan semangat gotong-royong dan dukungan yang tepat, pesantren akan menjadi pilar pendidikan yang lebih kuat, tidak hanya dalam hal spiritual, tetapi juga dalam keberlanjutan ekonomi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan